Sabtu, 01 November 2014

Sumbangan Islam Terhadap Perkembangan Peradaban Dunia
            Dalam perkembangan peradaban di dunia Islam telah memunculkan tokoh-tokoh ilmuan Muslim. Berikut para tokoh-tokoh ilmuan tersebut.
1.                  Al Biruni (Penemu Gaya Grafitasi)
Nama lengkapnya adalah Abu Raihan Muhammad ibnu Ahmad Al Biruni. Ia lahir di desa Khath (ibukota kerajaan Khawarizm, Turkmenistan (sekarang menjadi kota Kiva di wilayah Uzbekistan)) pada September 973 M atau 362 H. Ia lebih terkenal dengan nama Al Biruni karena artinya yang unik yakni ‘asing’. Nama ini dikhususkan pada wilayah tempat kelahirannya, Turkmenistan yang pada waktu itu memang dikhususkan menjadi sebuah pemukiman yang dikhususkan bagi orang-orang asing.
Al Biruni tumbuh dan besar dilingkungan keluarga yang taat beragama dan mencintai ilmu pengetahuan. Jadi dari kecil, ia sudah gemar membaca dan menulis. Di usianya yang masih belia, ia dikenal sebagai seseorang yang ahli di banyak ilmu. Ia selalu mengais ilmu dimanapun ia berada. Jamil Ahmed dalam Seratus Tokoh Muslim mengungkapkan, penjelajahan Al Biruni pertama kali ke daerah Jurjan, dekat Laut Kaspia (Asia Tengah). Penjelajahan itu sebenarnya dilakukan tanpa unsur kesengajaan.
Alkisah, setelah beberapa lamanya menetap di Jurjan, Al-Biruni memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Namun tak disangkanya, ia menyaksikan tanah kelahirannya itu penuh konflik antar etnis. Kenyataan ini dimanfaatkan oleh Sultan Mahmoud Al-Gezna, yang melakukan invasi dan menaklukkan Jurjan.
Keberhasilan penaklukkan ini membawa AlBiruni melanglang ke India bersama tim ekspedisi Sultan Mahmoud. Di sini, ia banyak menghasilkan karya tulis, baik berupa buku maupun artikel ilmiah yang disampaikannya dalam beberapa pertemuan. Selain menghasilkan karya, penjelajahan bersama sang Sultan ini juga menghasilkan dibukanya kawasan India bagian timur sebagai basis baru dakwah Islam Al-Biruni.
Dalam rangkaian 'tour' nya di India ini, Al Biruni memanfaatkan waktu luang bagi penelitian sekitar adat istiadat dan perilaku masyarakat setempat. Dari penelitiannya inilah, beberapa karya besar lahir. Tak hanya itu, Al-Biruni pertama kali memperkenalkan permainan catur 'ala' India ke negeri-negeri Islam, serta menjelaskan problem-problem trigonometri lanjutan dalam karyanya, Tahqiq Al-Hind.
Kepiawaian dan kecerdasan Al-Biruni merangsang dirinya mendalami sekitar ilmu astronomi. Ia memberikan perhatian yang besar terhadap kemungkinan gerak bumi mengitari matahari. Sayangnya, bukunya yang membicarakan soal ini hilang. Namun ia berpendapat, seperti yang pernah ia sampaikan dalam suratnya kepada Ibnu Sina, bahwa gerak eliptis lebih mungkin daripada gerak melingkar pada planet. Al-Biruni konsisten mempertahankan pendapatnya tersebut, dan ternyata di kemudian hari terbukti kebenarannya menurut ilmu astronomi modern. Prestasi Al-Biruni adalah tentang penghitungan akurat mengenai timbangan 18 batu. Selain itu, ia juga menemukan konsep bahwa cahaya lebih cepat dari suara. Dalam kaitan ini, Al-Biruni membantah beberapa prinsip fisika Aristotelian seperti tentang gerak gravitasi langit, gerak edar langit, tempat alamiah benda serta masalah kontinuitas dan diskontinuitas materi dan ruang. Dalam membantah dalil kontinuitas materi yang menyatakan, benda dapat terus-menerus dibagi secara tak terhingga, Al-Biruni menjelaskan bahwa jika dalil itu benar tentu benda yang bergerak cepat tidak akan pernah menyusul benda yang mendahuluinya, namun bergerak lambat. Kenyataannya, urai Al-Biruni, dalam pengamatan kita, benda yang bergerak cepat dapat menyusul benda yang mendahuluinya seperti bulan yang mendahului matahari karena gerak bulan jauh lebih cepat daripada matahari. Lalu Al-Biruni menjelaskan bahwa alangkah hinanya jika kita menafikan pengamatan atas kenyataan itu.
Sebagai seorang fisikawan, A1-Biruni memberikan sumbangan penting bagi pengukuran jenis berat (specific gravity) berbagai zat dengan hasil perhitungan yang cermat dan akurat. Konsep ini sesuai dengan prinsip dasar yang ia yakini bahwa seluruh benda tertarik oleh gaya gravitasi bumi.

Teori ini merupakan pintu gerbang menuju hukum-hukum Newton 500 tahun kemudian. Al Biruni juga mengajukan hipotesa tentang rotasi bumi di sekeliling sumbunya. Konsep ini lalu dimatangkan dan diformulasikan oleh Galileo Galilei 600 tahun setelah wafatnya Al Biruni.
Sebagai sosok yang gemar membaca dan menulis, kepakaran Al-Biruni tak hanya di bidang ilmu eksakta. Ia juga mahir dalam disiplin filsafat. Karena itu, ia dikenal sebagai salah seorang filsuf Muslim yang amat berpengaruh.
Pemikiran filsafat Al-Biruni banyak dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Al-Farabi, A1-Kindi, dan Al-Mas'udi (w. 956 M). Hidup sezaman dengan filsuf besar dan pakar kedokteran Muslim, Ibnu Sina, Al-Biruni banyak berdiskusi dengan Ibnu Sina, baik secara langsung maupun melalui surat menyurat. Keduanya tak jarang terlibat debat sekitar pemikiran filsafat. Ia misalnya menentang aliran paripatetik yang dianut oleh Ibnu Sina dalam banyak aspek. AlBiruni memperlihatkan ketidaktergantungan yang agak besar terhadap filsafat Aristoteles dan kritis terhadap beberapa hal dalam -fisika paripatetik, seperti dalam masalah gerak dan tempat.
Semua yang dilakukannya itu selalu ia landaskan pada prinsip-prinsip Islam, serta meletakkan sains sebagai sarana untuk menyingkap rahasia alam. Hasil eksperimen dan penelitiannya selalu bermuara pada pengakuan keberadaan Sang Pencipta (Allah).
Ketika seorang ilmuwan, kata Al-Biruni, akan memutuskan untuk membedakan kebenaran dan kepalsuan, dia harus menyelidiki dan mempelajari alam. Kalau pun ia tidak membutuhkan hal ini, maka ia perlu berpikir tentang hukum alam yang mengatur cara-cara kerja alam semesta. Ini akan dapat mengarahkannya untuk mengetahui kebenaran dan membuka jalan baginya untuk mengetahui Wujud' yang mengaturnya.
Dalam bukunya, A1-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan, "penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam tersebut kita menyimpulkan eksistensi Allah." Prinsip ini dipegang teguh dalam setiap penyelidikannya. Ia tetap kritis dan tidak memutlakkan metodologi dan hasil penelitiannya.
Pandangan Al-Biruni ini berbeda sekali dengan pandangan saintis Barat modern yang melepaskan sains dari agama. Pandangan mereka tentang alam berusaha menafikan keberadaan Allah sebagai pencipta.
Keberhasilan Al-Biruni di bidang sains dan ilmu pengetahuan ini membuat decak kagum kalangan Barat. Max Mayerhof misalnya mengatakan, "Abu Raihan Muhammad ibn Al-Biruni dijuluki Master, dokter, astronom, matematikawan, ahli fisika, ahli geografi, dan sejarahwan. Dia mungkin sosok paling menonjol di seluruh bimasakti para ahli terpelajar sejagat, yang memacu zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam." Pengakuan senada juga dilontarkan sejarahwan asal India, Si J.N. Sircar.
Ilmuwan besar ini akhirnya menghadap Sang Ilahi Rabbi pada 1048 M, dalam usia 75 tahun di Ghazna (kini wilayah Afganistan).
Karya-Karya Al Biruni :
Beberapa diantara bukunya terbilang sebagai karya monumental. Seperti buku Al-Atsarul Baqiyah Qurunil Khaliyah(Peninggalan Bangsa bangsa Kuno) yang ditulisnya pada 998 M ketika ia merantau ke Jurjan, daerah tenggara Laut Kaspia. Dalam karyanya tersebut, Al-Biruni antara lain mengupas sekitar upacara-upacara ritual, pesta, dan festival bangsa-bangsa kuno.
Masih dalam lingkup yang sama, Al-Biruni tak menyia-nyiakan kesempatan beberapa ekspedisi militer ke India bersama Sultan Mahmoud Gezna. Ia pergunakan lawatannya tersebut dengan melakukan penelitian seputar adat istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat India. Selain itu, ia juga belajar filsafat Hindu pada sarjana setempat. Jerih payahnya inilah menghasilkan karya besar berjudul Tarikhul Al Hindy (Sejarah India) tahun 1030 M. Intelektual Iran, Sayyed Hossein Nasr, dalam Science and Civilization in Islam (1968), menyatakan, buku ini merupakan uraian paling lengkap dan terbaik mengenai agama Hindu, sains dan adat istiadat India.
A1-Biruni, dalam karyanya ini antara lain menulis analisis menarik, bahwa pada awalnya manusia mempunyai keyakinan monoteisme, penuh kebaikan dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tapi lantaran nafsu murka telah membawa mereka pada perbedaan agama, filsafat dan politik, sehingga mereka menyimpang dari monoteisme ini.

Ia juga membahas tentang geografi India. A1-Biruni juga berpendapat, lembah Sungai Hindus dan India, mulanya terbenam dalam laut, namun perlahan menjadi penuh endapan yang dibawa air sungai. Tak hanya menulis buku tentang sosiologi, Al Biruni juga banyak menulis tentang ilmu-ilmu eksakta seperti geometri, aritmatika, astronomi dan astrologi. Karya di bidang ini misalnya Tafhim li Awall Sina'atut Tanjim. Khusus disiplin ilmu astronomi, ia menulis buku berjudul Al Qanun Al Mas'udi fil Hai'ah wan Nujum (Teori tentang Perbintangan) yang dipersembahkan untuk Sultan Mas'ud dari Ghazna (tempat beliau menutup umur).
Buku ini bermula dari percakapan antar Sultan Mas'ud dan Al Biruni mengenai perbedaan malam dan mengapa terjadi. Al Biruni pun kemudian mengamati pergerakan bintang, planet dan referensi buku - buku yang telah ada dan ditulislah hasilnya dalam buku tersebut.
Di Barat, buku ini memperoleh penghargaan dan menjadi bacaan standar di berbagai universitas Barat selama beberapa abad. Ilmuwan Muslim ini juga dikenal sebagai pengamat pertambangan. Untuk masalah ini, ia menulis buku Al Jamahir fi Ma'rifati I Jawahir tahun 1041 M.
Karya lainnya, di bidang kedokteran berjudul As-Saydala fit Thib (Farmasi dalam ilmu Kedokteran), Al Maqallid 'Ilm Al-Hai'ah(tentang perbintangan), serta buku Kitab Al Kusufwal Khusuf Ala Khayal Al-Hunud (Kitab tentang Pandangan Orangorang India terhadap Peristiwa Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan).

2.                  Al Buzjani (Peletak Dasar Rumus Trigonometri)
Masa kejayaan Islam tempo dulu antara lain ditandai dengan maraknya tradisi ilmu pengetahuan. Para sarjana Muslim, khususnya yang berada di Baghdad dan Andalusia, memainkan peran cukup penting bagi tumbuh berkembangnya ilmu kedokteran, matematika, kimia, dan bidang ilmu lain yang sekarang berkembang. Selama berabad-abad sarjana-sarjana Muslim tadi menuangkan buah pikiran dan hasil penelitian ke dalam kitab-kitab pengetahuan untuk kemudian menjadi rujukan ilmu pengetahuan modern. Kini, dunia telah dapat mengambil manfaat dari pengembangan ilmu yang dirintis oleh para ilmuwan serta sarjana Muslim.
Abu Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail al Buzjani, merupakan satu di antara sekian banyak ilmuwan Muslim yang turut mewarnai khazanah pengetahuan masa lalu. Dia tercatat sebagai seorang ahli di bidang ilmu matematika dan astronomi. Kota kecil bernama Buzjan, Nishapur, adalah tempat kelahiran ilmuwan besar ini, tepatnya tahun 940 M. Sejak masih kecil, kecerdasannya sudah mulai nampak dan hal tersebut ditunjang dengan minatnya yang besar di bidang ilmu alam. Masa sekolahnya dihabiskan di kota kelahirannya itu.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, Abul Wafa lantas memutuskan untuk meneruskan ke jenjang lebih tinggi di ibukota Baghdad tahun 959 M. Di sana, dia pun belajar ilmu matematika. Sejarah mencatat, di kota inilah Abu Wafa kemudian menghabiskan masa hidupnya. Tradisi dan iklim keilmuan Baghdad benar-benar amat kondusif bagi perkembangan pemikiran Abu Wafa. Berkat bimbingan sejumlah ilmuwan terkemuka masa itu, tak berapa lama dia pun menjelma menjadi seorang pemuda yang memiliki otak cemerlang.
Dia pun lantas banyak membantu para ilmuwan serta pula secara pribadi mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika, utamanya geometri dan trigonometri. Di bidang ilmu geometri, Abul Wafa memberikan kontribusi signifikan bagipemecahan soal-soal geometri dengan menggunakan kompas; konstruksi ekuivalen untuk semua bidang, polyhedral umum; konstruksi hexagon setengah sisi dari segitiga sama kaki; konstruksi parabola dari titik dan solusi geometri bagi persamaan.
Konstruksi bangunan trigonometri versi Abu Wafa hingga kini diakui sangat besar kemanfaatannya. Dia adalah yang pertama menunjukkan adanya teori relatif segitiga parabola. Tak hanya itu, dia juga mengembangkan metode baru tentang konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30 dengan memakai delapan desimal. Abul Wafa pun mengembangkan hubungan sinus dan formula 2 sin2 (a/2) = 1 - cos a dan juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2).
Di samping itu, Abu Wafa membuat studi khusus menyangkut teori tangen dan tabel penghitungan tangen. Dia memperkenalkan secan dan cosecan untuk pertama kalinya, berhasil mengetahui relasi antara garis-garis trigonometri yang mana berguna untuk memetakannya serta pula meletakkan dasar bagi keberlanjutan studi teori conic.
Abu Wafa bukan cuma ahli matematika, namun juga piawai dalam bidang ilmu astronomi. Beberapa tahun dihabiskannya untuk mempelajari perbedaan pergerakan bulan dan menemukan "variasi". Dia pun tercatat sebagai salah satu dari penerjemah bahasa Arab dan komentator karya-karya Yunani.
Di samping itu, Abu Wafa membuat studi khusus menyangkut teori tangen dan tabel penghitungan tangen. Dia memperkenalkan secan dan cosecan untuk pertama kalinya, berhasil mengetahui relasi antara garis-garis trigonometri yang mana berguna untuk memetakannya serta pula meletakkan dasar bagi keberlanjutan studi teori conic. Abu Wafa bukan cuma ahli matematika, namun juga piawai dalam bidang ilmu astronomi. Beberapa tahun dihabiskannya untuk mempelajari perbedaan pergerakan bulan dan menemukan "variasi". Dia pun tercatat sebagai salah satu dari penerjemah bahasa Arab dan komentator karya-karya Yunani.
Karya – Karya Al Bazjuni:
Banyak buku dan karya ilmiah telah dihasilkannya dan mencakup banyak bidang ilmu. Namun tak banyak karyanya yang tertinggal hingga saat ini. Sejumlah karyanya hilang, sedang yang masih ada, sudah dimodifikasi. Kontribusinya dalam bentuk karya ilmiah antara lain dalam bentuk kitab Ilm al-Hisab (Buku Praktis Aritmatika), Al-Kitab Al-Kamil (Buku Lengkap), dan Kitab al-Handsa (Geometri Terapan). Abul Wafa pun banyak menuangkan karya tulisnya di jurnal ilmiah Euclid, Diophantos dan al-Khawarizmi, tetapi sayangnya banyak yang telah hilang.
Kendati demikian, sumbangsihnya bagi teori trigonometri amatlah signifikan terutama pengembangan pada rumus tangen, penemuan awal terhadap rumus secan dan cosecan. Maka dari itu, sejumlah besar rumus trigomometri tak bisa dilepaskan dari nama Abul Wafa. Seperti disebutkan dalam Alquran maupun hadis, agama Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Inilah yang dihayati oleh sang ilmuwan Muslim, Abul Wafa Muhammad hingga segenap kehidupannya dia abdikan demi kemajuan ilmu. Dia meninggal di Baghdad tahun 997 M.

3.                  Al Farghani (Rujukan Astronom Eropa)
Astronomi merupakan ilmu yang telah lama menjadi objek kajian umat Islam. Melalui kajian ilmu ini umat Islam mampu mengurai misteri benda-benda langit dan memberikan sumbangan berharga di dalamnya. Tak heran pula jika banyak astronom Muslim dan menyumbangkan pemikirannya dalam karya yang dibukukukan.
Sebagian besar karya mereka pun menjadi rujukan. Tak hanya oleh ilmuwan semasanya yang juga Muslim namun juga oleh ilmuwan non-Muslim. Buku karya mereka telah melintasi batas wilayah. Karya mereka tak hanya dirujuk di negeri asalnya namun juga bangsa-bangsa lainnya, semisal di Eropa.
Salah satu astronom Muslim yang berhasil menorehkan prestasi gemilang itu adalah Abu'l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Pria yang karib disapa Al-Farghani ini lahir di Farghana. Ia adalah salah satu astronom yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Al-Mamun pada abad kesembilan dan pewaris pemerintahan selanjutnya.
Pada masa itu pemerintah memang memberikan dukungan bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk kajian astronomi. Bahkan khalifah membangun sebuah lembaga kajian yang sering disebut sebagai Akademi Al-Mamun. Al-Farghani merupakan salah satu ilmuwan yang direkrut untuk bergabung di dalam akademi tersebut.
Al-Farghani bersama astronom lainnya telah menggunakan peralatan kerja yang canggih pada masanya. Mereka mampu memanfaatkan fasilitas yang ada, hingga mampu menghitung ukuran bumi, meneropong bintang-bintang dan menerbitkan berbagai laporan ilmiah.
Karya – Karya Al-Farghani:
Hasil buah tangannya adalah buku tentang astronomi yang menjadi rujukan di dunia. Kitab fi al-Harakat al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum yang dalam dialihbahasakan menjadi The Elements of Astronomy. Buku ini isinya mengenai gerakan celestial dan kajian atas bintang.
Pada abad kedua belas buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan memberikan pengaruh besar bagi perkembangan astronomi di Eropa sebelum masa Regiomontanus.

Al-Farghani memang mengadopsi teori-teori Ptolemaeus namun kemudian ia kembangkan lebih lanjut. Hingga akhirnya ia mampu membentuk teorinya sendiri.
Selain itu ia pun kemudian berhasil menentukan besarnya diameter bumi yang mencapai 6.500 mil. Al-Farggani menjabarkan pula jarak dan diameter planet lainnya. Ini merupakan pencapaian yang sangat luar biasa. Tak heran jika buku karya Al-Farghani tersebut mendapatkan respons yang positif tak hanya oleh kalangan Muslim juga ilmuwan non-Muslim.
Terkenalnya karya Al-Farghani ini disebabkan adanya upaya penerjamahan atas karyanya tersebut. Dua terjemahan The Elements of Astronomy dalam bahasa latin ditulis pada abad kedua belas. Salah satunya ditulis oleh John Seville pada 1135 yang kemudian direvisi oleh Regiomontanus pada 1460-an.
Sedangkan terjemahan lainnya ditulis oleh Gerard Cremona sebelum 1175. Karya selanjutnya disusun oleh Dante yang dilengkapi oleh pemahaman dirinya mengenai astronomi dan ia masukan dalam karyanya, La Vita Nuova. Seorang ilmuwan Yahudi, Jacob Anatoli menerjemahkannya pula ke dalam bahasa Yahudi.
Ini menjadi versi latin ketiga yang dibuat pada 1590. Dan pada 1669 Jacob Golius menerbitkan teks latin yang baru. Bersamaan dengan karya-karya tersebut, banyak ringkasan karya Al-Farghani yang beredar di kalangan saintis dan ini memberikan kontribusi bagi perkembangan pemikiran Al-Farghani di Eropa.
Kelak kemudian hari, The Elements of Astronomy diakui memang sebagai sebuah karya yang sangat berpengaruh. Seorang ilmuwan yang bernama Abd al-Aziz al-Qabisi memberikan komentar atas karya Al-Farghani tersebut, yang kemudian komentar Abd al-Aziz ini tersimpan di Istanbul sebagai manuskrip yang sangat berharga.
Manuskrip lainnya juga banyak bertebaran di berbagi perpustakaan yang ada di Eropa. Ini membuktikan pula bahwa pemikiran Al-Farghani menjadi acuan dalam perkembangan astronomi di Eropa. Aktivitas Al-Farghani tak melulu di bidang astronomi namun ia pun melebarkan aktivitasnya di bidang teknik.
Ini terbukti jika kita mengutip ucapan seorang ilmuwan yang bernama Ibn Tughri Birdi. Ia menyatakan, Al-Farghani pernah ikut dalam melakukan pengawasan pembangunan Great Nilometer, merupakan alat pengukur air, di Fustat atau Kairo Lama. Bangunan tersebut rampung pada 861 bersamaan dengan meninggalnya Kalifah Al-Mutawwakil yang memerintahkan adanya pembangunan Nilometer tersebut. Tughri menyatakan bahwa semula Al-Farghani memang tak dilibatkan. Namun ia akhirnya terlibat juga karena harus melanjutkan tugas yang dibebankan kepada putra khalifah yaitu Musa Ibn Shakir, Muhamad dan Ahmad. Ia harus melakukan pengawasan atas penggalian kanal yang dinamakan Kanal Al-Ja'fari di kota baru Al-Ja'fariyya, yang letaknya berdekatakan dengan Samaran di daerah Tigris. Al-Farghani saat itu memerintahkan penggalian kanal dengan membuat hulu kanal digali lebih dalam dibandingkan bagian lainnya. Maka tak ada air yang cukup mengalir pada kanal tersebut kecuali pada saat permukaan air Sungai Tigris sedang pasang. Kebijakan Al-Farghani ini kemudian didengar oleh sang khalifah dan membuatnya marah. Namun hitungan Al-Farghani kemudian dibenarkan oleh seorang pakar teknik lainnya yang berpengaruh pula, yaitu Sind Ibn Ali. Sind membenarkan perhitungan yang dilakukan oleh Al-Farghani. Paling tidak ini membuat khalifah menerima kebijakan tersebut. Dalam bidang teknik, Al-Farghani juga menelurkan karya dalam bentuk buku yaitu Kitab al-Fusul, Ikhtiyar al-Majisti, dan Kitab 'Amal al-Rukhamat. ( fer/berbagai sumber ).

4.      Al-Jazari (Penemu Konsep Robotika Modern)
Al Jazari mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang kemudian hari dikenal sebagai mesin robot.
”Tak mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting. Dalam bukunya, ia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan membuat sebuah mesin” (Donald Hill).
Kalimat di atas merupakan komentar Donald Hill, seorang ahli teknik asal Inggris yang tertarik dengan sejarah teknologi, atas buku karya ahli teknik Muslim yang ternama, Al-Jazari.

Al Jazari merupakan seorang tokoh besar di bidang mekani dan industri. Lahir dai Al Jazira, yang terletak diantara sisi utara Irak dan timur laut Syiria, tepatnya antara Sungai tigris dan Efrat.     Al-Jazari merupakan ahli teknik yang luar biasa pada masanya. Nama lengkapnya adalah Badi Al-Zaman Abullezz Ibn Alrazz Al-Jazari. Dia tinggal di Diyar Bakir, Turki, selama abad kedua belas. Ibnu Ismail Ibnu Al-Razzaz al-Jazari mendapat julukan sebagai Bapak Modern Engineering berkat temuan-temuannya yang banyak mempengaruhi rancangan mesin-mesin modern saat ini, diantaranya combustion engine, crankshaft, suction pump, programmable automation, dan banyak lagi.
Ia dipanggil Al-Jazari karena lahir di Al-Jazira, sebuah wilayah yang terletak di antara Tigris dan Efrat, Irak. Seperti ayahnya ia mengabdi pada raja-raja Urtuq atau Artuqid di Diyar Bakir dari 1174 sampai 1200 sebagai ahli teknik.
Donald Routledge dalam bukunya Studies in Medieval Islamic Technology, mengatakan bahwa hingga zaman modern ini, tidak satupun dari suatu kebudayaan yang dapat menandingi lengkapnya instruksi untuk merancang, memproduksi dan menyusun berbagai mesin sebagaimana yang disusun oleh Al-Jazari. Pada 1206 ia merampungkan sebuah karya dalam bentuk buku yang berkaitan dengan dunia teknik.Beliau mendokumentasikan lebih dari 50 karya temuannya, lengkap dengan rincian gambar-gambarnya dalam buku, “al-Jami Bain al-Ilm Wal ‘Aml al-Nafi Fi Sinat ‘at al-Hiyal” (The Book of Knowledge of Ingenious Mechanical Devices). Bukunya ini berisi tentang teori dan praktik mekanik. Karyanya ini sangat berbeda dengan karya ilmuwan lainnya, karena dengan piawainya Al-Jazari membeberkan secara detail hal yang terkait dengan mekanika. Dan merupakan kontribusi yang sangat berharga dalam sejarah teknik.
Keunggulan buku tersebut mengundang decak kagum dari ahli teknik asal Inggris, Donald Hill (1974). Donald berkomentar bahwa dalam sejarah, begitu pentingnya karya Al-Jazari tersebut. Pasalnya, kata dia, dalam buku Al-Jazari, terdapat instruksi untuk merancang, merakit, dan membuat mesin.
Di tahun yang sama juga 1206, al-Jazari membuat jam gajah yang bekerja dengan tenaga air dan berat benda untuk menggerakkan secara otomatis sistem mekanis, yang dalam interval tertentu akan memberikan suara simbal dan burung berkicau. Prinsip humanoid automation inilah yang mengilhami pengembangan robot masa sekarang. Kini replika jam gajah tersebut disusun kembali oleh London Science Museum, sebagai bentuk penghargaan atas karya besarnya.
Pada acara World of Islam Festival yang diselenggarakan di Inggris pada 1976, banyak orang yang berdecak kagum dengan hasil karya Al-Jazari. Pasalnya, Science Museum merekonstruksi kerja gemilang Al-Jazari, yaitu jam air.
Ketertarikan Donald Hill terhadap karya Al-Jazari membuatnya terdorong untuk menerjemahkan karya Al-Jazari pada 1974, atau enam abad dan enam puluh delapan tahun setelah pengarangnya menyelesaikan karyanya.
Tulisan Al-Jazari juga dianggap unik karena memberikan gambaran yang begitu detail dan jelas. Sebab ahli teknik lainnya lebih banyak mengetahui teori saja atau mereka menyembunyikan pengetahuannya dari orang lain. Bahkan ia pun menggambarkan metode rekonstruksi peralatan yang ia temukan.
Karyanya juga dianggap sebagai sebuah manuskrip terkenal di dunia, yang dianggap sebagai teks penting untuk mempelajari sejarah teknologi. Isinya diilustrasikan dengan miniatur yang menakjubkan. Hasil kerjanya ini kerap menarik perhatian bahkan dari dunia Barat.
Dengan karya gemilangnya, ilmuwan dan ahli teknik Muslim ini telah membawa masyarakat Islam pada abad ke-12 pada kejayaan. Ia hidup dan bekerja di Mesopotamia selama 25 tahun. Ia mengabdi di istana Artuqid, kala itu di bawah naungan Sultan Nasir al-Din Mahmoud.
Al-Jazari memberikan kontribusi yang pentng bagi dunia ilmu pengetahuan dan masyarakat. Mesin pemompa air yang dipaparkan dalam bukunya, menjadi salah satu karya yang inspiratif. Terutama bagi sarjana teknik dari belahan negari Barat.
Jika menilik sejarah, pasokan air untuk minum, keperluan rumah tangga, irigasi dan kepentingan industri merupakan hal vital di negara-negara Muslim. Namun demikian, yang sering menjadi masalah adalah terkait dengan alat yang efektif untuk memompa air dari sumber airnya.
Masyarakat zaman dulu memang telah memanfaatkan sejumlah peralatan untuk mendapatkan air. Yaitu, Shaduf maupun Saqiya. Shaduf dikenal pada masa kuno, baik di Mesir maupun Assyria. Alat ini terdiri dari balok panjang yang ditopang di antara dua pilar dengan balok kayu horizontal.
Sementara Saqiya merupakan mesin bertenaga hewan. Mekanisme sentralnya terdiri dari dua gigi. Tenaga binatang yang digunakan adalah keledai maupun unta dan Saqiya terkenal pada zaman Roma.
Para ilmuwan Muslim melakukan eksplorasi peralatan tersebut untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Al-Jazari merintis jalan ke sana dengan menguraikan mesin yang mampu menghasilkan air dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan mesin yang pernah ada sebelumnya.
Karya Mesin Al-Jazari:
Al-Jazari, kala itu, memikul tanggung jawab untuk merancang lima mesin pada abad ketiga belas. Dua mesin pertamanya merupakan modifikasi terhadap Shaduf, mesin ketiganya adalah pengembangan dari Saqiya di mana tenaga air menggantikan tenaga binatang.
Satu mesin yang sejenis dengan Saqiya diletakkan di Sungai Yazid di Damaskus dan diperkirakan mampu memasok kebutuhan air di rumah sakit yang berada di dekat sungai tersebut.
Mesin keempat adalah mesin yang menggunakan balok dan tenaga binatang. Balok digerakkan secara naik turun oleh sebuah mekanisme yang melibatkan gigi gerigi dan sebuah engkol.
Mesin itu diketahui merupakan mesin pertama kalinya yang menggunakan engkol sebagai bagian dari sebuah mesin. Di Eropa hal ini baru terjadi pada abad 15. Dan hal itu dianggap sebagai pencapaian yang luar biasa. Pasalnya, engkol mesin merupakan peralatan mekanis yang penting setelah roda. Ia menghasilkan gerakan berputar yang terus menerus. Pada masa sebelumnya memang telah ditemukan engkol mesin, namun digerakkan dengan tangan. Tetapi, engkol yang terhubung dengan sistem roda di sebuah mesin yang berputar ceritanya lain. Penemuan engkol mesin sejenis itu oleh sejarawan teknologi dianggap sebagai peralatan mekanik yang paling penting bagi orang-orang Eropa yang hidup pada awal abad kelima belas. Bertrand Gille menyatakan bahwa sistem tersebut sebelumnya tak diketahui dan sangat terbatas penggunaannya. Pada 1206 engkol mesin yang terhubung dengan sistem rod sepenuhnya dikembangkan pada mesin pemompa air yang dibuat Al-jazari. Ini dilakukan tiga abad sebelum Francesco di Giorgio Martini melakukannya.
Sedangkan mesin kelima, adalah mesin pompa yang digerakkan oleh air yang merupakan peralatan yang memperlihatkan kemajuan lebih radikal. Gerakan roda air yang ada dalam mesin itu menggerakan piston yang saling berhubungan.
Kemudian, silinder piston tersebut terhubung dengan pipa penyedot. Dan pipa penyedot selanjutnya menyedot air dari sumber air dan membagikannya ke sistem pasokan air. Pompa ini merupakan contoh awal dari double-acting principle. Taqi al-Din kemudian menjabarkannya kembali mesin kelima dalam bukunya pada abad keenam belas.

5.                  AL JAHIZ, PENULIS ENSIKLOPEDIA HEWAN
Al Jahiz  ( الجاحظ), nama aslinya Abu Amr Usman bin Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Bashri,  adalah seorang ilmuwan terkenal  keturunan Arab Negro dari Timur Afrika, lahir di Basra, c. 781 - 868 Desember atau Januari 869 M.
Di Basra, Al-Jahiz menulis artikel tentang institusi kekhalifahan. Hal ini kemudian menjadi awal karirnya sebagai penulis. Sejak itu, ia telah menulis dua ratus buku sepanjang hidupnya yang membahas berbagai subyek antara lain: prosa arab, sastra arab, biologi, zoologi, sejarah, filsafat islam awal, psikologi islam, teologi (ajaran) Mu'tazilah dan polemik dalam politik-agama.
·                     Karya - karya Al Jahiz
Kitab al-Hayawan (Buku tentang Hewan)
Kitab al-Hayawan adalah sebuah ensiklopedia dari tujuh volume dari tulisan bebas, penjelasan puitis dan peribahasa menggambarkan lebih dari 350 jenis binatang. Hal ini dianggap sebagai karya paling penting Al Jahiz.
Dalam Kitab Al Hayawan, al-Jahiz adalah orang pertama yang mengeluarkan ide bahwa habitat hewan mempengaruhi kehidupan dan bentuknya, yang mana dikemudian hari hal ini menjadi teori dasar dari pembentukan Teori Evolusi Darwin dan merupakan hal yang tidak dapat dijawab oleh Charles Darwin).
Kitab al-Bukhala (Kitab Misers atau keserakahan & ketamakan)
Kumpulan cerita tentang serakah. Humoris dan menyindir, itu adalah contoh terbaik dari gaya prosa Al-Jahiz '. Kitab ini mencerminkan penelitian mendalam dari seorang manusia psikolog. Jahiz menertawakan guru-guru sekolah, pengemis, penyanyi dan ahli-ahli Taurat untuk perilaku serakah mereka. Banyak cerita dari buku ini yang terus dicetak ulang dalam majalah di seluruh dunia yang berbahasa Arab. Buku ini dianggap sebagai salah satu karya terbaik Al Jahiz.
Kitab al-Bayan wa al-Tabyin  (Buku kefasihan dan Penjelasan)
Al bayan wa tabyeen yang secara harfiah berarti Fasih dan Penjelasan, adalah salah satu karya terakhirnya, di mana ia mendekati berbagai mata pelajaran, seperti pengalaman luar biasa, pidato retoris, pemimpin sektarian, pangeran, serta memberikan perlakuan sinis dan gila dari orang bodoh. Hal ini juga melahirkan sebuah buku di mana ia menyatukan keterampilan dan kefasihan bahasanya , seni keheningan dan seni puisi.
6.                  AL KARAJI, SANG PELOPOR MESIN AIR
Al Karaji atau dikenal dunia sebagai al Karkhi merupakan ilmuwan Muslim yang hidup di awal abad 8M. Beliau merupakan seorang ilmuwan yang  menguasai bidang hidrologi. Penguasaan di bidang ini meliputi masalah penyediaan berbagai sarana air bersih, pengendalian gerakan air, serta penemuan berbagai teknologi hidrologi. Teknologi pengeolaan yang dikenalkan al Karaji merupakan metode pengelolaan air yang canggih yang membuat pasokan air di kota-kota modern Islam tetap melimpah sehingga perkembangan kota tetap pesat.
Dalam kitab yang berjudul  Inbat al-miyah al-khafiya, al-Karaji menjelaskan beragam penemuannya mengenai  aquifers, survei sumur gali dan membangun kanal bawah tanah. Buku itu ditulisnya sekitar tahun 1.000 M di Persia – sekarang antara Irak atau Iran.
Meski begitu, al-Karaji diyakini telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban Islam dan umat manusia saat tinggal di Baghdad.  Risalah pentingnya dalam aljabar telah didedikasikan kepada wazir Fakhr al-Mulk, menteri Baha'al-Dawla, penguasa Dinasti Buwaih di Baghdad (wafat 406 H/1015 M).
Al-Karaji dianggap sebagai ahli  matematika terkemuka dan pandang sebagai orang pertama yang membebaskan aljabar dari operasi geometris  yang merupakan produk aritmatika Yunani  dan menggantinya dengan jenis operasi yang merupakan inti dari aljabar pada saat ini.
Karyanya pada aljabar dan polynomial memberikan aturan pada operasi aritmatika untuk memanipulasi polynomial. Dalam karya pertamanya di Prancis, sejarawan matematika Franz Woepcke (dalam  Extrait du Fakhri, traite d'Algèbre par abou Bekr Mohammed Ben Alhacan Alkarkhi, Paris, 1853), memuji Al-Karaji  sebagai ahli matematika pertama di dunia yang memperkenalkan teori aljabar kalkulus
7.                  Al- Khawarizmi, PENEMU ALGORITMA
Al-Khawarizmi adalah penemu algoritma, kata algoritma sendiri mempunyai sejarah yang unik, karena orang yang menemukan kata algorism yang berarti proses menghituung dengan angka arab. Seseorang yang dikatakan ‘Algorist’ jika menggunakan penghitungan dengan angka arab. Algoritme sendiri dapat diartikan sebagai langkah- langkah logis untuk penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis dan logis. Tapi algoritma ini umumnya digunakan dalam ilmu komputer
Penemu konsep algoritma dan aljabar ini adalah seorang ahli dalam matematika dari Uzbekistan yang bernama Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi. Khwarizmi sering dikenal sebagai orang yang memperkenalkan konsep algoritma dalam matematika, konsep ini diberikan nama berdasarkan nama belakangnya.
8.                  AL MAWARDI, PENCETUS TEORI POLITIK ISLAM
Di masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, khazanah intelektualisme mengalami kemajuan yang sangat berarti. Bahkan sebagian kalangan menilai, zaman itu sebagai salah satu tonggak kebangkitan peradaban Islam dan keemasan keilmuan. Salah satu tokoh ilmuwan dan pelopor kemajuan itu adalah Al Mawardi.
Sejarah Islam mencatat Al Mawardi sebagai pemikir dan peletak dasar keilmuan politik Islam. Tokoh yang pernah menjadi qadhi (hakim) dan duta keliling khalifah ini juga menjadi penyelamat berbagai kekacauan politik di negaranya, Basrah (kini Irak). "Al Khatib of Baghdad" tulis seorang orientalis.
9.                  Al- Muqaddasi, 'PENGGAMBAR' DUNIA
Al- Muqaddasi ini adalah seorang yang ahli dalam menggambar. Gambaran dari Al- Muqaddasi sangat terkenal di dunia, dan sering dikenal sebagai ‘ Penggambar Dunia’. Salah satu cotoh gambaran Al- Muqaddasi adalah gambaran detai (tempat dan letak geografis) mengenai sebuah negeri atau wilayah yang begitu penting bagi manusia yang pada saat itu peralatan dan komunnikasi belum secanggih sekarang. Al- Muqaddasi ini juga menulis mengenai adat istiadat, aktivita perdagangan, maupun mata uang yang berlaku disebuah negara. Dengan tulisan Al- Muqaddasi inni dapat membantu manusia dengan kehidupan- kehidupan yang ada di negara lain. pada saat itu manusia bukan hanya bisa membaca saja tetapi, juga bisa melihat dengan sebuah gabar yang telah digambar oleh Al- Muqaddasi. 

10.              Al- Razi, RUJUKAN ILMU BEDAH
Al- Razi adalah seorang ahli rujukan ilmu bedah, Al- Razi seorang tokoh ilmuwan islam yang sering dipanggil Al- Razi adalah orang pertama membuat jahitan pada perut dengan benang dibuat dari serat. Al- Razi ini juga orang pertama yang berhasil membedakan antara penyakit cacar dengan campak. Al- Razi ini juga dikenal sebagai guru dari ilmuwan di bidang kedokteran yang sangat terkenal di dunia. 

11.         Al- Zahrawi, BAPAK ILMU BEDAH MODERN

Al- Zahrawi adalah dikenal sebagai bapak ilmu bedah modern. orang- orang barat mengenalnya sebagai abulcasis. Al- Zahrawi, seorang dokter bedah yang sangat fenoenal. Karya dan hasil pemikirannya banyak diadopsi para dokter di dunia barat. Prinsip- prinsip ilmu kedokteran ini diambil dari pendidikan kedokteran di Eropa. 
Al-Zahrawi telah menemukan puluhan alat bedah modern. Dalam kitab Al-Tasrif, ‘bapak ilmu bedah’ itu memperkenalkan lebih dari 200 alat bedah yang dimilikinya. Menurut catatan, selama karirnya Al-Zahrawi telah menemukan 26 peralatan bedah seperti catgut, alat yang digunakan untuk menjahit bagian dalam itu hingga kini masih digunakan ilmu bedah modern, forceps untuk mengangkat janin yang meninggal. Dalam Al-Tasrif, Al-Zahrawi juga memperkenalkan penggunaan ligature (benang pengikat luka) untuk mengontrol pendarahan arteri. Jarum bedah ternyata juga ditemukan dan dipaparkan secara jelas. Peralatan penting untuk bedah yang ditemukannya itu antara lain, pisau bedah (scalpel), curette, retractor, sendok bedah (surgical spoon), sound, pengait bedah (surgical hook), surgical rod, dan specula. Al-Zahrawi juga menemukan peralatan bedah yang digunakan untuk memeriksa dalam uretra, alat untuk memindahkan benda asing dari tenggorokan serta alat untuk memeriksa telinga. Kontribusi bagi dunia kedokteran tetap dikenang dunia.
12. AS-SHAKAWI, PELETAK DASAR ILMU SEJARAH ISLAM
Abu al-Khair Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakr bin Usman asy-Syakhawi al-Qahiri asy-Syafi'i dan lahir sekitar tahun 1427 di Kairo.  Kepakarannya mulai diakui publik pada pertengahan 1400-an. Ulama ini dikenal sebagai seorang ahli hadis, sejarawan besar pada zamannya serta penulis yang produktif. Dari kakeknya, ayah dan Ibnu Hajar itulah, As-Shakawi memperoleh bekal ilmu pendidikan. Tahun 1449 Ibnu Hajar al-Asqalani meninggal dunia dan itu sangat memukul as-Shakawi,  dia tetap tinggal di Mesir serta melanjutkan pendidikannya pada bidang ilmu hadis. Sekitar tahun 1452 pergilah ia ke tanah suci Makkah guna menunaikan ibadah haji. Tercatat sebanyak lima kali dia menunaikan ibadah haji dengan yang terakhir ialah tahun 1492. Dan setiap kali berhaji, tokoh ini selalu bermukim beberapa waktu di Makkah, sesudah itu kembali ke Mesir untuk mengajar hadis di beberapa madrasah di ibukota Kairo. Pada masa-masa tersebut As-Shakawi mulai rajin menulis. Saat ditugaskan untuk memberi pelajaran sejarah pada Sultan Dinasti Mamluk, Qait Bey (1468-1496), setiap dua malam dalam seminggu, ia menolak. Sebagai seorang penulis yang produktif, As-Shakawi meninggalkan banyak karya, antara lain Ad-Dau' al-Lami fi A'yan al-Qarn at-Tasi (Cahaya Gemerlap tentang Tokoh-tokoh abad ke-9 H), berisi 12 jilid. Buku ini merupakan kamus yang memuat tokoh-tokoh terkenal abad ke-9 H, disusun secara alfabetis Arab. Bukunya yang berjudul Al-I'lan bi at-Taubikh li Man Zamma Ahl at-Tawarikh pada intinya menerangkan pengertian ilmu tarikh dan kedudukan ilmu ini bagi masyarakat, adalah sebuah buku yang demikian terkenal dalam bidang historiografi. Melalui karya tersebut, dapat dikatakan bahwa as-Shakawi telah meletakkan monumen penting bagi historiografi Islam. Kitab ini juga merupakan makalah panjang tentang kritik sejarah. Dengan segala kekurangannya, buku ini ia tulis setelah melakukan sejumlah penelitian mendalam berkenaan penulisan sejarah. Karya ini banyak memberikan informasi tentang karya-karya sejarah dan teologi serta sedikit tentang karya sejarah yang disebut sebagai sejarah umum.
13. IBN HAITHAM, BAPAK ILMU OPTIK
Sejarah optik mencatat, Ibn Haitham sebagai bapak ilmu optik yang mengurai bagaimana kerja mata 'mencerna' penampakan suatu obyek. Nama lengkap ilmuwan ini Abu Al Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia juga banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop. Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Bahasa Arab:ابو علی، حسن بن حسن بن الهيثم) atau Ibnu Haitham (Basra,965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen. Dia lahir di Basrah pada tahun 965 Masehi atau 354 Hijriah. Belajar yang dilakukannya secara otodidak justru membuatnya menjadi seorang yang mahir dalam bidang ilmu pengetahuan, ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan penting dalam bidang penelitian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas bagi kajian dunia modern mengenai pengobatan mata. enelitiannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains Barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler menciptakan mikroskop serta teleskop. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antaranya adalah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Ibnu Haitham telah menemukan prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan bernama Tricella mengetahui hal tersebut 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menengarai perihal gaya gravitasi bumi sebelum Issac Newton mengetahuinya. Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai filsafat, logika, metafisika, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Penulisan filsafatnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Dia juga berpendapat bahwa kebenaran hanyalah satu. Ibnu Haitham, filsafat tidak dapat dipisahkan dari ilmu matematika, sains, dan ketuhanan. Ketiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai. Banyak buku yang dihasilkannya dan masih menjadi rujukan hingga saat ini. Di antara buku-bukunya itu adalah Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandung teori-teori ilmu matemetika dan matemetika penganalisaan; 1. Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri; 2. Kitab Tahlil ai'masa'il al 'Adadiyah tentang aljabar; 3. Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat; 4. Maqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak; dan 5. Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi. Walaupun menjadi orang terkenal di zamannya, namun Ibnu Haitham tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia dikenal sebagai orang yang miskin materi tapi kaya ilmu pengetahuan.
14. IBNU SINA, BAPAK KEDOKTERAN MODERN
Abu 'Ali al-Husain bin' Abd Allāh bin Sīnā ', yang dikenal sebagai Abu Ali Sina(Arab : ابوعلی سینا) atau Ibnu Sina (Arab : ابن سینا) atau barat mengenalnya dengan nama Latin Avicenna (Yunani: Aβιτζιανός), (lahir c. 980 dekat Bukhara (kini wilayah Uzbekistan) meninggal 1037 di Hamedan (kini wilayah Iran). Beliau adalah seorang kebangsaan Persia yang ahli matematikawan, dokter, ensiklopedis dan filsuf yang tekenal dizamannya. Beliau juga seorang astronomi, apoteker, ahli geologi, logician, paleontologist, fisika, penyair, psikolog, ilmuwan, tentara, negarawan, dan guru. Ibnu Sīnā telah menulis hampir 450 karya dengan berbagai disiplin ilmu, namun hanya sekitar 240 yang masih bertahan hingga kini. Secara khusus, dari 150 karyanya yang masih ada berkonsentrasi pada falsafah dan 40 diantaranya berkonsentrasi pada kedokteran. Karyanya paling terkenal adalah Buku Penyembuhan, yang memuat ensiklopedi luas dan filosofis ilmiah (Al Qanun Al Tibb) The Canon of Medicine, yang merupakan standar medis di banyak perguruan tinggi zaman modern. The Canon of Medicine telah digunakan sebagai buku teks di perguruan tinggi dari Montpellier dan Louvain pada akhir 1650. Ibnu Sīnā mengembangkan sistem medis yang menkombinasikan antara pengalaman pribadi dalam pengobatan Islam, sistem pengobatan Yunani dokter Galen, metafisika Aristoteles serta berbagai sistem pengobatan kuno dari Persia, Mesopotamian dan India. Dia juga penemu dari logika Avicennian dan pendiri sekolah filosofis Avicinna, yang memiliki pengaruh dalam dunia Muslim dan Ilmuwan Modern. Ibnu Sīnā dianggap sebagai Bapak dari pengobatan modern, dan pharmacology khususnya untuk pengenalan sistematis eksperimen dan hitungan ke dalam studi fisiologi, penemuan itu menular dari sifat infeksius penyakit, pengenalan karantina untuk membatasi penyebaran penyakit menular, pengenalan percobaan obat-obatan, berdasarkan bukti-obat, uji klinis, Riwayat Ibnu Sina Kehidupan Ibnu Sina dikenal lewat sumber - sumber berkuasa dimana sebuah autobiografi membahas tiga puluh tahun pertama kehidupannya, dan sisanya didokumentasikan oleh muridnya al-Juzajani, yang juga sekretarisnya dan temannya. Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah ibunya Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia). Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya sendiri, menemukan metode - metode baru dari perawatan. Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat - obat yang sesuai." Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran. Pada usia 17 tahun, Ibnu Sina berhasil menyembuhkan seorang raja di Bukhara, yaitu Nooh Ibnu Mansoor, setelah semua tabib terkenal yang diundang gagal menyembuhkan sang raja tersebut. Ibnu Sina wafat pada tahun 1037 M di Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Ia wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah. Pemikiran Ibnu Sina Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah. Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa. Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia. Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya. Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi. Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina.
Ibnu Sina juga telah memperkembangkan ilmu psikologi dalam perubatan dan membuat beberapa perjumpaan dalam ilmu yang dikenali hari ini sebagai ilmu perubatan psikosomatics "psychosomatic medicine". Beliau memperkembangkan ilmu diagnosis melalui denyutan jantung (pulse diagnosis) untuk mengenal pasti dalam masa beberapa detik sahaja ketidak - seimbangan humor yang berkenaan. Seorang doktor tabii dari Amerika (1981) melapurkan bahawa para hakim di Afghanistan, China, India dan Parsi sanggat berkebolehan dalam denyutan jantung di tempat yang dirasai tetapi mutunya yang pelbagai .Ini merangkumi :
•         Kuat atau denyutan yang lemah.
•         Masa antara denyutan.
•         Kandungannya lembap di paras kulit dekat denyutan itu dan lain-lain lagi.
Karya Ibnu Sina
Buku-buku yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina, dihimpun dalam buku besar Essai de Bibliographie Avicenna yang ditulis oleh Pater Dominician di Kairo dan diantara beberapa karya Ibnu Sina ialah :
1.  Qanun fi Thib (Canon of Medicine) (Terjemahan bebas : Aturan Pengobatan)
2.  Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
3.  An Nayyat (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa.
4. Al-Majmu : berbagai ilmu pengetahuan yang lengkap, di tulis saat berusia 21 tahun di Kawarazm
5.  Isaguji (The Isagoge) ilmu logika Isagoge : Bidang logika
6. Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah (On the Divisions of the Rational Sciences) tentang pembahagian ilmu-ilmu rasional.
7.   Ilahiyyat (Ilmu ketuhanan) : Bidang metafizika
8.  Fiad-Din yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi "Liber de Mineralibus" yakni tentang pemilikan (mimeral).
9.  Risalah fi Asab Huduts al-Huruf : risalah tentang sebab-sebab terjadinya huruf - Bidang sastera arab
10.  Al-Qasidah al- Aniyyah : syair-syair tentang jiwa manusia - Bidang syair dan prosa
11.  Risalah ath-Thayr : cerita seekor burung. - Cerita-cerita roman fiktif
12.  Risalah as-Siyasah : (Book on Politics) – Buku tentang politik - Bidang politik
13.  Al Mantiq, tentang logika. Buku ini dipersembahkan untuk Abu Hasan Sahil.
14. Uyun Al Hikmah (10 jilid) tentang filsafat. Ensiklopedi Britanica menyebutkan bahwa kemungkinan besar buku ini telah hilang.
15.  Al Hikmah El Masyriqiyyin, tentang filsafat timur.
16.  Al Insyaf tentang keadilan sejati.
17.  Al Isyarat Wat Tanbihat, tentang prinsip ketuhanan dan kegamaan.
18.  Sadidiya, tentang kedokteran.
19.  Danesh Nameh, tentang filsafat.
20.  Mujir. Kabir Wa Saghir, tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap.
21.  Salama wa Absal, Hayy ibn Yaqzan, al-Ghurfatul Gharabiyyah (Pengasingan di Barat)

15.  IBNU KHALDUN, BAPAK SOSIAL POLITIK
Lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 dengan nama Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Ibnu Khaldun. Moyangnya berasal dari Hadramaut, Yaman, yang berimigrasi ke Sevilla, Andalusia (Spanyol). Namun keluarganya harus pindah ketika Sevilla dikuasai oleh Kristen.
Khaldun berasal dari keluarga intelektual, yang sedikit tertarik dengan persoalan politik. Ia biasa berjumpa dengan tokoh intelektual dari Afrika Utara dan Spanyol yang sebagian besar adalah pengungsi dari kekhalifahan timur.
Pendidikannya dilalui di Tunisia dan Fez (Maroko) dengan mempelajari berbagai ilmu: menghafal Al-Quran, mempelajari tata bahasa, hukum Islam (syariah), hadis, retorika, filologi, dan puisi. Selain itu, ia mempelajari sastra Arab, filsafat, matematika dan astronomi. Khaldun sangat terlibat dengan politik. Ismail Faruqi mencatat, "Ibnu Khaldun tepat sekali masuk ke dalam lingkungan ini, seakan-akan tidak hanya dilahirkan dalam lingkungan ini, namun juga untuk lingkungan ini."
Kariernya di bidang politik membawanya keluar masuk istana, baik sebagai pemenang maupun pecundang. Usia mudanya dihabiskan sebagai pendamping, penasihat sultan serta menduduki aneka jabatan. Pada umur 19 tahun, ia mulai mengabdi pada Ibnu Tafrakin, penguasa Tunis. Ketika Abu Ziad, penguasa Constantine menyerang dan mengalahkan Tunisia, Khaldun melepaskan diri ke Aba, lalu berpindah ke Aljazair dan menetap di Biskra.
Kariernya menanjak saat ia membantu Sultan Abu Salem dalam menjatuhkan Al-Mansur, musuh politiknya. Ia diberi jabatan sekretaris selama lebih dari dua tahun, lalu ditugaskan sebagai kadi (hakim). Sultan Abu Salim tak lama kemudian dijatuhkan oleh Wazir Omar. Gagal mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan yang baru, Ibnu Khaldun meninggalkan Fez dan pergi ke Andalusia.
Ibnu Khaldun Dalam Karya
Ibnu Khaldun memetakan masyarakat dengan interaksi sosial, politik, ekonomi, dan geografi yang melingkupinya. Pendekatan ini dianggap menjadi terobosan yang sangat signifikan. Menurutnya, organisme dapat tumbuh dan matang, karena sebab-sebab nyata yang mempengaruhinya.
Pengaruh itu universal dan pasti. Tak ada kebetulan dalam sejarah sosial kecuali sebab dan akibatnya semata, sebagian jelas dan diketahui, sebagian lagi tidak. Formasi masyarakat, pikiran yang dituangkan dalam karya besarnya, Muqaddimah, misalnya, dikatakan sebagai hasrat manusia untuk berkumpul, bersaing, lalu memperebutkan kepemimpinan. Mereka diikat dengan solidaritas ashabiyah (ungkapan pra-Islam) yang diarahkan oleh para pimpinannya. Ia memperkirakan bahwa solidaritas itu berlangsung empat generasi.
Model ini menempatkan Ibnu Khaldun sebagai penganut teori siklus sejarah. Masyarakat lahir, tumbuh, berkembang, lalu mati untuk diganti dengan yang lain. Demikian seterusnya. Karyamonumentalnya itu juga berisi klasifikasi ilmu pengetahuan yang coba disusunnya. Ia membedakan ilmu yang dipelajari; pertama ilmu filsafat dan intelektual (bisa dipelajari melalui akal dan intelejensi); kedua, ilmu yang ditransmisikan (disampaikan, hanya bisa disampaikan lewat mata rantainya yang berakhir pada pendirinya, biasanya ilmu agama dan Wahyu Illahi).
Dalam konteks ini ilmu filsafat masuk dalam ilmu-ilmu agama dan humanisme. Khaldun menegaskan bahwa ilmu filsafat dan intelektual terbagi ke dalam berbagai bidang: logika; ilmu alam atau fisika, ilmu metafisika, ilmu yang berkaitan dengan kuantitas (misal geometri, aritmetika, musik, astronomi).
Sementara ilmu yang ditransmisikan seperti: Al-Quran; hadis; syariah; teologi; sufisme; ilmu bahasa [linguistik seperti tata bahasa, leksikografi, dan kesusasteraan). Selain Muqaddimah, ia juga menulis kitab Al I'bar yang memuat sejarah Arab, penguasa Islam dan Eropa di zamannya, sejarah kuno Arab, Yahudi, Yunani, Romawi, Persia, sejarah Islam, sejarah Mesir dan Afrika Utara; khususnya suku Barber dan suku yang berdekatan lainnya. Kitab ini memuat tiga bab, pertama memuat karya monumentalnya, yakni Al Muqaddimah.
16.  JABIR IBNU HAYYAN, PENEMU ILMU KIMIA
Adalah Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (721-815 H), ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin ilmu kimia tadi.
Lahir di kota peradaban Islam klasik, Kuffah (Irak), ilmuwan Muslim ini lebih dikenal dengan namaIbnu Hayyan. Sementara di Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber. Ayahnya, seorang penjual obat, meninggal sebagai 'syuhada' demi penyebaran ajaran Syi'ah. Jabir kecil menerima pendidikannya dari raja bani Umayyah, Khalid Ibnu Yazid Ibnu Muawiyah, dan imam terkenal, Jakfar Sadiq. Ia juga pernah berguru pada Barmaki Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah pimpinan Harun Al Rasyid.
Ditemukannya kimia oleh Jabir ini membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum. "Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya yang terbesar di bidang kimia," tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam History of The Arabs. Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern.
Dalam karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Pada masamasa inilah, ia banyak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru di sekitar kimia. Berbekal pengalaman dan pengetahuannya itu, sempat beberapa kali ia mengadakan penelitian soal kimia. Namun, penyelidikan secara serius baru ia lakukan setelah umurnya menginjak dewasa.
Dalam penelitiannya itu, Jabir mendasari eksperimennya secara kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Jabir mempunyai kebiasaan yang cukup konstruktif mengakhiri uraiannya pada setiap eksperimen. Antara lain dengan penjelasan : “Saya pertamakali mengetahuinya dengan melalui tangan dan otak saya dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam “.
Dari Damaskus ia kembali ke kota kelahirannya, Kuffah. Setelah 200 tahun kewafatannya, ketika penggalian tanah dilakukan untuk pembuatan jalan, laboratoriumnya yang telah punah, ditemukan. Di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan sebatang emas yang cukup berat.
Teori Jabir
Pada perkembangan berikutnya, Jabir Ibnu Hayyan membuat instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi.
Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia, yakni kalsinasi dan reduksi, Jabir menjelaskan, bahwa untuk mengembangkan kedua dasar ilmu itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan metoda-metoda yang lebih sempurna, yakni metoda penguapan, sublimasi, destilasi, penglarutan, dan penghabluran.
Setelah itu, papar Jabir, memodifikasi dan mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah sejak awal abad ke 18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang mengantarkannya menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance dunia Barat.
Namun demikian, Jabir tetap saja seorang yang tawadlu' dan berkepribadian mengagumkan. "Dalam mempelajari kimia dan ilmu fisika lainnya, Jabir memperkenalkan eksperimen objektif, suatu keinginan memperbaiki ketidakjelasan spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan gejala, dan tekun mengumpulkan fakta. Berkat dirinya, bangsa Arab tidak mengalami kesulitan dalam menyusun hipotesa yang wajar," tulis Robert Briffault.
Menurut Briffault, kimia, proses pertama penguraian logam yang dilakukan oleh para metalurg dan ahli permata Mesir, mengkombinasikan logam dengan berbagai campuran dan mewarnainya, sehingga mirip dengan proses pembuatan emas. Proses demikian, yang tadinya sangat dirahasiakan, dan menjadi monopoli perguruan tinggi, dan oleh para pendeta disamarkan ke dalam formula mistik biasa, di tangan Jabir bin Hayyan menjadi terbuka dan disebarluaskan melalui penyelidikan, dan diorganisasikan dengan bersemangat.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia adalah preparasi asam sendawa, hidroklorik, asam sitrat dan asam tartar. Penekanan Jabir di bidang eksperimen sistematis ini dikenal tak ada duanya di dunia. Inilah sebabnya, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai 'Bapak Ilmu Kimia Modern' oleh sejawatnya di seluruh dunia. Dalam tulisan Max Mayerhaff, bahkan disebutkan, jika ingin mencari akar pengembangan ilmu kimia di daratan Eropa, maka carilah langsung ke karyakarya Jabir Ibnu Hayyan..
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi hanya beberapa yang sampai pada zaman Renaissance. Korpus studi kimia Jabir mencakup penguraian metode dan peralatan dari pelbagai pengoperasian kimiawi dan fisikawi yang diketahui pada zamannya. Di antara bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul Summa Perfecdonis.
Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga tipe berbeda dari zat kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
1.     Air (spirits), yakni yang mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan camphor, arsenik dan amonium klorida,
2.     Metal, seperti pada emas, perak, timah, tembaga, besi, dan
3.     Bahan campuran, yang dapat dikonversi menjadi semacam bubuk.
Sampai abad pertengahan risalah-risalah Jabir di bidang ilmu kimia --termasuk kitabnya yang masyhur, yakni Kitab Al-Kimya dan Kitab Al Sab'een, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan Kitab Al Kimya bahkan telah diterbitkan oleh ilmuwan Inggris, Robert Chester pada 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy. Sementara buku kedua Kitab Al Sab'een, diterjemahkan oleh Gerard Cremona.
Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah; Kitab al Rahmah, Kitab al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of Balance (ketiga buku terakhir diterjemahkan oleh Berthelot). "Di dalamnya kita menemukan pandangan yang sangat mendalam mengenai metode riset kimia," tulis George Sarton. Dengan prestasinya itu, dunia ilmu pengetahuan modern pantas 'berterima kasih' padanya.
17.  IBNU AL BAITAR, AHLI TUMBUHAN OBAT
Nama lengkapnya Abu Muhammad Abdallah Ibn Ahmad Ibn al-Baitar Dhiya al-Din al-Malaqi. Namun salah satu ilmuwan Muslim terbaik yang pernah ada ini lebih dikenal sebagai Ibnu Al-Baitar. Dia dikenal sebagai ahli botani (tetumbuhan) dan farmasi (obat-obatan) pada abad pertengahan. Dilahirkan pada akhir abad 12 di kota Malaga (Spanyol), Ibnu Al-Baitar menghabiskan masa kecilnya di tanah Andalusia tersebut.
Minatnya pada tumbuh-tumbuhan sudah tertanah semenjak kecil. Beranjak dewasa, dia pun belajar banyak mengenai ilmu botani kepada Abu al-Abbas al-Nabati yang pada masa itu merupakan ahli botani terkemuka. Dari sinilah, al-Baitar pun lantas banyak berkelana untuk mengumpulkan beraneka ragam jenis tumbuhan.
Tahun 1219 dia meninggalkan Spanyol untuk sebuah ekspedisi mencari ragam tumbuhan. Bersama beberapa pembantunya, al-Baitar menyusuri sepanjang pantai utara Afrika dan Asia Timur Jauh. lokasi utama yang pernah disinggahi antara lain Bugia, Qastantunia (Konstantinopel), Tunisia, Tripoli, Barqa dan Adalia.
Setelah tahun 1224 al-Baitar bekerja untuk al-Kamil, gubernur Mesir, dan dipercaya menjadi kepala ahli tanaman obat. Tahun 1227, al-Kamil meluaskan kekuasaannya hingga Damaskus dan al-Baitar selalu menyertainya di setiap perjalanan. Ini sekaligus dimanfaatkan untuk banyak mengumpulkan tumbuhan. Ketika tinggal beberapa tahun di Suriah, Al-Baitar berkesempatan mengadakan penelitian tumbuhan di area yang sangat luas, termasuk Saudi Arabia dan Palestina, di mana dia sanggup mengumpulkan tanaman dari sejumlah lokasi di sana.
Sumbangsih utama Al-Baitar adalah Kitab al-Jami fi al-Adwiya al- Mufrada. Buku ini sangat populer dan merupakan kitab paling terkemuka mengenai tumbuhan dan kaitannya dengan ilmu pengobatan Arab. Kitab ini menjadi rujukan para ahli tumbuhan dan obat-obatan hingga abad 16. Ensiklopedia tumbuhan yang ada dalam kitab ini mencakup 1.400 item, terbanyak adalah tumbuhan obat dan sayur mayur termasuk 200 tumbuhan yang sebelumnya tidak diketahui jenisnya. Kitab tersebut pun dirujuk oleh 150 penulis, kebanyakan asal Arab, dan dikutip oleh lebih dari 20 ilmuwan Yunani sebelum diterjemahkan ke bahasa Latin serta dipublikasikan tahun 1758.
Karya fenomenal kedua Al-Baitar adalah Kitab al-Mughni fi al-Adwiya al-Mufrada yakni ensiklopedia obat-obatan. Obat bius masuk dalam daftar obat terapetik. Ditambah pula dengan 20 bab tentang beragam khasiat tanaman yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Pada masalah pembedahan yang dibahas dalam kitab ini, Al-Baitar banyak dikutip sebagai ahli bedah Muslim ternama, Abul Qasim Zahrawi. Selain bahasa Arab, Baitar pun kerap memberikan nama Latin dan Yunani kepada tumbuhan, serta memberikan transfer pengetahuan.
Kontribusi Al-Baitar tersebut merupakan hasil observasi, penelitian serta pengklasifikasian selama bertahun-tahun. Dan karyanya tersebut di kemudian hari amat mempengaruhi perkembangan ilmu botani dan kedokteran baik di Eropa maupun Asia. Meski karyanya yang lain yakni kitab Al-Jami baru diterjemahkan dan dipublikasikan ke dalam bahasa asing, namun banyak ilmuwan telah lama mempelajari bahasan-bahasan dalam kitab ini dan memanfaatkannya bagi kepentingan umat manusia.
18.  YAQUT AL HIMAWI , AHLI SEJARAH DAN GEORAFI
Yaqut ibn-'Abdullah al-Rumi al-Hamawi - ياقوت الحموي الرومي‎ (1179-1229 M) adalah seorang biografer dan ahli geografis erkebangsaan syria yang  hidup antara 1179 hingga 1229 M. Kata "al-Rumi" ("from Rûm") dalam namanua ialah mengacu pada Yunani (Byzantium - Rumawi Timur) karena beliau berdarah Yunani. Sedang "al-Hamawi" berarti Hama - Syria, kota yang membuatnya terkenal. Dan Yaqut sendiri berarti batu permata.
Yaqut pernah menjalani kehidupan sebagai seorang budak. Saat itu, berkecamuk perebutan kekuasaan antara Kerajaan Seljuk dan Byzantium. Banyak orang yang kemudian ditangkap dan dijual kepada orang kaya sebagai budak.
Saat itu, Yaqut jatuh ke tangan seorang pedagang buku dari Baghdad. Namun, pedagang tersebut akhirnya membebaskan Yaqut dan memberinya pendidikan yang memadai. Namun, ia juga masih terus ikut bersama pedagang tersebut, ia menjadi sekretaris mantan tuannya.
Pada 1218, Yaqut pindah ke Khiva dan Balkh. Namun, ini merupakan saat yang salah baginya untuk pindah. Sebab, pada awal 1220-an, tentara Mongol bergerak ke wilayah barat. Seluruh wilayah timur Islam dihancurkan.
Hanya dalam kurun waktu satu tahun, Mongol berhasil menguasai bagian-bagian wilayah Islam yang subur dan makmur. Kemudian, mereka menghancurkan semua yang berharga. Anak lelaki Jengiz Khan, Jagtai, menguasai dan menghancurkan Otrar.
Sedangkan, tentara Jengiz Khan menyerang Bukhara, Samarkand, dan Balkh. Mereka juga bergerak menuju Khurasan. Merv dan Nishapur akhirnya takluk juga. Dalam penyerangan itu, Yaqut hampir tertangkap. Namun, akhirnya, ia berhasil lolos dengan pakaian yang melekat di tubuhnya.
Beruntung, Yaqut juga berhasil membawa manuskrip-manuskrip yang dimilikinya. Ia bergerak menyeberangi Persia ke Mosul. Dari Mosul, ia ke Aleppo, Suriah, di mana ia tinggal di sana. Selama tinggal di sana, ia sempat melancong ke beberapa tempat, seperti Irak.
Ketertarikan Yaqut, demikian ia sering dipanggil, membuahkan sejumlah karya dalam bidang yang kemudian akrab disebut geografi. Paling tidak ada dua karya yang melambungkan namanya, yaitu Mu’jam al-Udaba atau Kamus Orang-orang Terpelajar.
Sedangkan buku lainnya yang secara khusus membicarakan tentang bidang yang ia kuasai, geografi, berjudul Mu’ajam al-Buldan atau Kamus Negara-negara. Dua karya tersebut memiliki ketebalan hingga 33.180 halaman.
Mu’jam al-Buldan, merupakan sebuah ensiklopedia geografi yang lengkap, yang memuat hampir seluruh wilayah yang ada di abad pertengahan dan kejayaan Islam. Dalam menjelaskan sebuah tempat, Yaqut memasukkan hampir seluruh aspek yang terkait tempat tersebut.
Yaqut menguraikan mengenai aspek arkeologi, etnografi, antropologi, ilmu alam, geografi, dan koordinat dari setiap tempat yang ia jelaskan dalam ensiklopedianya itu. Bahkan, ia juga memberikan nama untuk setiap kota, menginformasikan monumen dan bangunan megah di kota itu.
Tak lupa pula, Yaqut mengisahkan tentang sejarah sebuah tempat, populasi, hingga figur atau sosok ternama dari tempat atau kota yang ia jelaskan. Untuk mendapatkan informasi perinci yang ia gunakan dalam ensiklopedianya itu, ia melangkahkan kakinya ke sejumlah wilayah.
Yaqut bepergian ke Persia, Arabia, Irak, dan Mesir. Ia sendiri saat itu menetap di Allepo, Suriah. Ia membangun relasi dan pertemanan dengan para ahli geografi dan sejarawan. Ia mengorek kumpulan fakta dari mereka dan juga para pelancong.
Namun, hal yang paling penting dan ini menjadi ruh dalam ensiklopedianya itu, ia menuliskan fakta-fakta yang dikumpulkan dari perjalanan-perjalanan yang ia lakukan sendiri dan dari orang yang ia temui saat ia melakukan sebuah perjalanan.
Selain itu, Yaqut juga sepenuhnya memahami dengan beragam konsep para ahli geografi Muslim sebelumnya bahwa mereka tak hanya menguasai geografi, tetapi juga mengaitkannya dengan sejumlah bidang ilmu lainnya. Seperti, matematika dan fisika.
Semua itu, Yaqut tuangkan pula dalam karyanya. Bahkan, dalam bab pendahuluan di dalam ensiklopedianya itu, ia terlebih dahulu membahas mengenai istilah yang ia gunakan dalam karyanya itu dan istilah-istilah geografi yang tersebar di dalamnya.
Untuk melengkapi dan memperkaya data, Yaqut memanfaatkan hasil kerja dari ilmuwan-ilmuwan sebelumnya. Namun, ia bersikap kritis terhadap data-data yang ia gunakan. Ia melakukan koreksi atas data yang ingin ia gunakan jika memang diperlukan.
Yaqut sangat berpegang pada akurasi dan ketelitian informasi. Tak heran jika dalam laman Muslimheritage, disebutkan bahwa Mu’jam al-Buldan hingga sekarang dianggap sebagai sumber referensi yang sangat bagus.
Dalam karyanya itu, Yaqut juga melihat adanya hubungan erat antara geografi dan sejarah. Ia menekankan pula peran ortografi atau sistem penulisan dari tempat-tempat yang ia gambarkan dalam karya ensiklopedianya itu.
Selain itu, pengaturan alfabet dalam karyanya, merupakan upaya untuk memberikan ejaan yang tepat mengenai nama-nama tempat, posisi geografisnya, batas, pegunungan, padang pasir, laut, dan pulau-pulau yang ada di suatu tempat.
Yaqut juga menyematkan nama pada setiap tempat, nama aslinya, termasuk anekdot, dan fakta-fakta penting lainnya yang terkait tempat yang ia jelaskan itu. Ia memberikan catatan pula, para penulis terdahulu tak memiliki perhatian memadai soal ketepatan ejaan sebuah tempat.
Tak hanya itu, Yaqut juga menilai mereka menyebutkan lokasi yang tepat mengenai sejumlah tempat. Ini membuat banyak ilmuwan salah mendapatkan informasi dari catatan-catatan yang dihasilkan oleh sejumlah ilmuwan terdahulu.
Yaqut juga menegaskan, karya ensiklopedianya itu tak hanya bermanfaat bagi Muslim dalam bepergian. Apa yang ia tulis juga terinsipirasi ajaran Alquran. Ia yakin bahwa karyanya bukan hanya berguna bagi para pelancong, tapi juga bagi para hakim, teolog, sejarawan, dan dokter.
Dalam karya lainnya, yang dalam bahasa Inggris berjudul Dictionary of Men of Letters, Yaqut menuliskan pandangannya. Ia membedakan antara orang terpelajar dengan ilmuwan. Ia mengatakan, orang terpelajar memilih dari segala bahan kemudian menyusunnya.
Sedangkan ilmuwan, ungkap Yaqut, adalah seseorang yang memilih cabang ilmu pengetahuan tertentu kemudian mengembangkannya. Ia juga menekankan pada kegunaan atau manfaat. Dalam konteks ini, ia mengutip seorang ilmuwan bernama Ali Ibnu al-Hasan.
Jika ilmuwan tak berpikir tentang kegunaan dan hasil kerja, ujar Yaqut, itu akan menjadi awal bagi terwujudnya manipulasi terhadap ilmu pengetahuan. Dengan persepsinya itu, ia kemudian menuntaskan Mu'jam al-Udaba.
Di sisi lain, Yaqut juga berpandangan bahwa ilmu di atas kekuasaan. Ia menuliskan pandangannya itu dalam Mu'jam al-Udaba, melalui sebuah kisah Khalifah Al-Mutamid. Suatu pagi, khalifah berjalan di taman dan mengangkat Thabit Ibnu Qurra dengan tangganya.
Lalu, Khalifah Al-Mutamid, menjatuhkan Thabit secara perlahan. Dan ini membuat Thabit bertanya. Ada apa tuan? tanya Thabit. Khalifah pun kemudian menjawab, tanganku ada di atasmu, namun ilmu pengetahuan lebih tinggi lagi, katanya.
Dalam karyanya tersebut, Yaqut ingin menjelaskan bahwa dalam persepsi Muslim, tingkatan ilmu pengetahuan lebih tinggi dibandingkan kekuatan politik.