Abstrak
Bangunan Keraton
Yogyakarta atau Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan salah satu sumber kebudayaan
Indonesia yang berkembang di Jawa Tengah, karena menunjukkan kearifan lokal
serta adat-istiadat tradisi jawa yang begitu dijaga dan dilestarikan hingga
saat ini. Keraton yang terbentuk akibat adanya perjanjian Giyanti ini memiliki
keunikan-keunikan tersendiri di dalamnya, tak hanya pola kehidupan yang
menggunakan adat istiadat yang dijunjung tinggi, melainkan dari segi bangunan
yang berdiri yang ada juga memiliki makna tersendiri bagi masyarakat
Yogyakarta. Karena merupakan pusat yang mengatur segala bentuk pemerintahan
yang ada dan dibangun berdasarkan
mitologi dan kosmologi Jawa. Salah satu bangunan bentuk bangunan yang akan
dikaji adalah bangsal-bangsal yang ada pada tiap bagian ruangan di Keraton
Yogyakarta. Metode yang digunakan ialah deskriptif kualitatif. Fakta yang
digunakan sebagai sumber atau bahan acuan diperoleh penulis melalui kunjungan
lapangan, serta buku-buku pendukung yang digunakan sebagai literatur pendukung.
Dalam penelitian ini dilakukan konteks yang dikaji adalah makna serta fungsi
yang terkandung dari tiap-tiap bangsal yang ada, karena mencerminkan sebuah
bangunan yang memiliki kekhasan tersendiri.
Kata kunci :
makna, konsep, keraton Yogyakarta
Abstract
Building Sultan
Palace or Kraton Ngayogyakarta Sultanate is one source of growing culture Indonesian in Central Java, as it
shows local knowledge and customs Javanese tradition that is so guarded and
preserved until today . Palace which formed as a result of this agreement
Giyanti has its own uniqueness in it, not only the pattern of life that use
customs upheld, but in terms of building that stands there also has
significance for the people of Yogyakarta. Because it is the center of the set
of all existing forms of government and built by Javanese mythology and
cosmology. One form of the building is a building that will be studied wards
that exist in every part of the room at the Sultan Palace. The metod used is
descriptive qualitative. A fact which is used as a source or reference material
obtained by the authors through field trips, as well as books that are used as
supporting supporting literature. In a study conducted by reviewing the context
and meaning of the functions contained from each ward there, because it
reflects a building that has its own peculiarities.
Keywords: meanings, concepts, the palace of Yogyakarta
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Indonesia
merupakan salah satu pusat kebudayaan yang luar biasa serta berbagai sejarah
turut mewarnai perkembangan dan kebudayan Indonesia. Salah satu peninggalan
kebudayaan Indonesia yang sampai sekarang masih dikembangkan nilai-nilai
budayanya adalah keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta atau disebut juga
keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan istana kasultanan yang berdiri
setelah perjanjian Giyanti dan secara resmi menjadi bagian dari negara Republik
Indonesia pada tahun 1950 dengan memiliki otonomi sebagai Daerah Istimewa
Yogyakarta.[1]
Kita
mengenal keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan di Daerah Istimewa
Yogyakarta, jauh lebih dari itu keraton Yogyakarta tidak hanya difungsikan
sebagai pusat pemerintahan melainkan sebagai tempat lahirnya dan berkembangnya
kebudayaan serta sebagai tempat untuk mengembangkan nilai-nilai budaya.
Bangunan
keraton Yogyakarta terdiri dari tujuh kompleks yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung
Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton,
Kamagangan, Kamandhungan Kidul ( Kamandhungan Selatan ), dan Siti Hinggil Kidul
(Belairung Selatan).[2]
Dari segi bangunan Keraton Yogyakarta ini merupakan salah satu contoh
arsitektur Jawa yang terbaik dengan adanya balirung-balirung yang mewah dan
lapangan serta Paviliun yang luas.[3]
Keraton Yogyakarta ini tak hanya menyimpan keindahan di dalamnya namun dari
segi konsep bangunan terdapat makna-makna tersendiri dari tiap-tiap bagian sebab
masyarakat Yogyakarta masih memegang kuat tradisi dan kepercayaan tradisional
sehingga konsep Pembangunan Keraton Yogyakarta memperhitungkan aspek filosofi
dan mitologi. Bangunan-bangunan bangsal di keraton merupakan bangunan yang
mirip dengan bentuk rumah Joglo.[4]
Setiap bagunan-bangunan bangsal di keraton merupakan bangunan yang penting
digunakan sebagai tempat ritual maupun pertemuan sultan dengan rakyatnya.
Begitu pentingnya bangunan bangsal dikeraton sehingga setiap bangsal dikeraton
memiliki makna maupun filosofi yang berbeda antara bangsal satu dengan lainnya.
Berdasarkan
uraian di atas dapat diketahui bahwa disetiap bangunan-bangunan bangsal di
Keraton Yogyakarta memiliki makna tersendiri serta konsep bangunan bangsal yang
mirip dengan bangunan rumah Jawa. Hal ini menjadi landasan yang diangkat dalam
penulisan jurnal ilmiah berjudul “KONSEP DAN MAKNA BANGUNAN-BANGUNAN BANGSAL
DI KERATON YOGYAKARTA”.
Perumusan
masalah
Pada
penulisan jurnal ilmiah ini, masalah yang hendak dikaji oleh penulis adalah bagaimana
konsep dan makna bangunan-bangunan bangsal di keraton Yogyakarta. Beberapa
pertanyaan seputar permasalahan tersebut antara lain ialah :
1. Bagaimana
sejarah keraton Yogyakarta ?
2. Bagaimana
tata letak bangunan-bangunan di keraton Yogyakarta ?
3. Bagaimana
makna bangunan-bangunan bangsal di keraton Yogyakarta ?
4. Bagaimana
konsep bangunan bangsal di keraton Yogyakarta ?
Tujuan
penulisan
Tujuan
yang ingin dicapai dalam penulisan jurnal ilmiah ini adalah :
1. Ingin
mendiskripsikan sejarah keraton Yogyakarta.
2. Ingin
mengambarkan tata letak bangunan-bangunan di keraton Yogyakarta.
3. Ingin
menganalisa konsep bangunan bangsal di Keraton Yogyakarta.
4. Ingin
menganalisa konsep bangunan bangsal di keraton yogyakarta.
Metode
Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan
penelitian deskripsi kualitatif. Menurut Anneahira, penelitian deskripsi
kualitatif merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk membedah
fenomena yang diamati oleh peneliti. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengangkat
suatu fakta dan variabel yang menjadi objek yang akan diteliti oleh peneliti. Penelitian
deskripsi kualitatif ini meliputi penggumpulan data, analisis data, intepretasi
dan diakhiri dengan kesimpulan. Pada penelitian ini mengungkapkan berbagai
keadaan dan situasi dari objek yang akan diamati. Masalah-masalah yang diamati dan
diselidiki berdasarkan penelitian deskrispsi kualitatif menggunakan pendekatan
kebudayaan. Dimana dalam penelitian ini objek yang dikaji berupa gagasan dalam
bentuk bangunan.
Sumber
sejarah
Pada
penulisan jurnal ilmiah ini, penulis menggunakan beberapa sumber diantaranya
ialah sumber yang berasal dari buku kuno yaitu serat Salokapatra,[5]
observasi langsung di lapangan dan wawancara dengan beberapa abdi dalem keraton
Yogyakarata. Selain menggunakan
sumber-sumber diatas, penulis juga menggunakan sumber-sumber dari
internet berupa jurnal-jurnal ilmiah yang sesuai dengan tema yang dibahas oleh
penulis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah
Keraton Yogyakarta
Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat atau keraton Yogyakarta merupakan istana yang yang
terbentuk akibat adanya perjanjian Giyanti tahun 1755 yang berawal dari
kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi keraton Surakarta dan Keraton
Yogyakarta. Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun1756 atau tahun Jawa 1682,
diperingati dengan sebuah candrasengkala memet di pintu gerbang Kamagangan dan
di pintu gerbang Gadung Mlati, berupa dua ekor naga berlilitan satu sama
lainnya.[6]
Keraton Yogyakarta dibangun dan dirancang sendiri oleh Sultan Hamengkubuwono I. Brongtodiningrat menjelaskan yang disebut keraton
adalah tempat bersemayam ratu-ratu, berasal dari kata : ka-ratu-an = keraton,
juga disebut dengan kedaton, yaitu ke + datu + an = kedaton, tempat datu-datu
atau ratu-ratu. Bahasa Indonesia keraton adalah Istana, tetapi istana bukan
merupakan Keraton. Keraton Merupakan istana yang didalamnya terkandung arti
keagamaan, arti filsafat, dan arti kebudayaan.
Tempat
berdirinya keraton Yogyakarta menurut cerita merupakan bekas pesanggrahan yang
bernama Garjitawati, tempat ini merupakan tempat yang digunakan para pengiring
jenazah raja-raja Mataram yang dimakamkan di Imogiri. Sedangkan versi lain
menyatakan bahwa tempat keraton berdiri merupakan sebuah mata air Umbul
Pachetokan, di tengah-tengah pohon beringin.
Letak
tata bangunan keraton Yogyakarta
Keraton
Yogyakarta merupakan keraton yang dibangun pada area kompleks yang sangat luas
mencapai 14.000 meter persegi.[7]
Sehingga bagian yang ada dalam keraton yogyakarta terbagi dalam tiga bagian
utama. Berikut adalah bagian-bagian dalam keraton Yogyakarta.
1. Bagian
Utara
Bagian-bagian bangunan Keraton Yogyakarta yang
berada pada bangunan Depan Keraton atau Utara meliputi :
a. Tugu
b. Alun-alun
lor ( Utara )
c. Bangsal
Pagelaran. Bangsal Pagelaran ini memiliki nama awal bangsal tratag rambat,
dengan bagian-bagian pendukung yang ada terdiri dari:
·
Bangsa Pemandengan
·
Bangsal Pengapit atau Bangsal Pasewakan
·
Bangsal Pangrawit
·
Bangsal Pacikeran
·
Bangsal Sitinggil Lor
·
Bangsal Manguntur Tangkil
·
Bangsal Witana
·
Bangsal Kort
·
Balebang
·
Bale Anggun-Anggun
·
Bangsal Kori
·
Tarub Agung
2. Bagian
Tengah Keraton
Pada bagian tengah Keraton Yogyakarta terdapat
Pelataran Kemandungan, di dalamnya terdapat Bangsal Ponconiti dan bangsal
Pacaosan. Antara bagian depan dan bagian tengah dari keraton Yogyakarta
dihubungkan oleh Regol Brojonolo. Sebelum memasuki bagian utama Tengah Keraton
Yogyakarta terdapat Regol Srimanganti dengan bangunan pendukung berupa :
a. Bangsal
Srimanganti
b. Bangsal
Trajumas
c. Patung
Dwarapala
Bagian
selanjutnya pada bagian tengah keraton adalah Regol Danaprata yang
menghubungkan halaman Srimanganti dengan Bangsal Kencana, yang merupakan
halaman utama pada bagian tengah keraton Yogyakarta karena merupakan tempat
yang digunakan sebagai pusat pemerintahan. Bagian ini masih dibagi dalam dua
bagian yaitu wetan dan kulon atau disebut sebagai kaputren dan kasatriyan. Bagian pada bangsal Kencana adalah:
a. Gedhong
Purwaretna
b. Gedhong
Jene ( gedhong kuning )
c. Bangsal
Kencana
d. Bangsal
Prabayeksa ( Gedhong Pusaka )
e. Bangsal
Manis
f. Masjid
Panepem
g. Keraton
Kilen
h. Gedhong
Kantor Prentah Ageng
i.
Bangsal Mandalasana
j.
Bangsal Kotak
k. Gedhong
Gangsa
l.
Gedhong Kaca atau Musium Sri Sultan
Hamengkubuwono 11
m. Gedhong
Danartapura
n. Gedhong
Patehan
o. Regol
Kemangan
3. Bagian
Belakang Keraton Yogyakarta
Setelah dari bagian Tengah Keraton Yogyakarta akan terdapat
halaman Kemangangan ( Regol kemangangan ), merupakan halaman yang menjadi
penghubung bagian Tengah Keraton dengan bagian belakang atau Kidul Keraton.
Pada halaman Kemangan terdapat bagunan pendukungnya antara lain:
a. Bangsal
Kemagangan
b. Panti
Pareden
Sedangkan
untuk menuju pada bagian belakang keraton menuju halaman Kemandungan Kidul
perlu melewati Regol Gadungmlati. Pada halaman Kemandungan Kidul terdapat
bagian :
a. Bangsal
Kemandungan
b. Bangsal
Pacaosan
Halaman
paling akhir dari keraton Yogyakarta tepat berada di arah Selatan, terdapat
halaman Siti Hinggil Kidul, yang dibatasi oleh Regol Kemandungan Kidul.
Bangunan atau halaman lainnya setelah Bangsal sasana Hinggil adalah:
a. Alun-alun
Kidul
b. Krapyak
c. Benteng
Keraton Yogyakarta
Komplek keraton Yogyakarta ini dikelilingi oleh
sebuah benteng. Dengan memiliki panjang 1 KM berbentuk empat persegi. Tingginya
3,5 Meter lebarnya 3 sampai 4 meter. Pada bagian-bagian tertentu pada benteng
tersebut terdapat lobang-lobang kecil di dindingnya digunakan sebagai untuk mengintai
musuh. Pada benteng bagian luar dikelilingi oleh parit lebar dan dalam benteng
yang menghubungkan komplek keraton dengan dunia luar. Kelima pintu gerbang
tersebut adalah :
1) Plengkung
Tarunasura atau plengkung Wijilan di sebelah Timur Laut
2) Plengkung
Jogosuro atau Plengkung Ngasen di sebelah Barat Daya
3) Plengkung
Jogoboyo atau Plengkung tamansari di sebelah Barat
4) Plengkung
Nirboyo atau Plengkung Gadhing di Sebelah Selatan
5) Plengkung
Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan di Sebelah Timur
Makna
bangunan-bangunan bangsal di keraton Yogjakarta
Keraton
Yogjakarta merupakan salah satu peninggalan kebudayaan tradisional yang
dimiliki masyarakat Jawa. Berbagai lambang di keraton banyak diketemukan dalam
segala segi kehidupan, misalnya saja bentuk dan cara mengatur bangunan,
mengatur penempatan tempat duduk, menyimpan dan memelihara barang pusaka
keraton dan seterusnya. Dirsiti Soeratman menjelaskan bahwa keraton menyimpan
dan melestarikan nilai-nilai lama, mengenai folklor dan beberapa mitos. Mitos
merupakan dasar kehidupan sosial dan budaya, yang menjadi model atau referensi
tindakan serta sikap manusia (PS. Hary Susanto, 1986: 71-72). Melalui mitos ini
manusia dapat menontrol tindakannya menurut tata krama yang berada di
lingkungannya. Dalam hal ini nampak bangunan yang berada dilingkungan keraton
kental dengan unsur mitos akan keberadaaannya.
Berdasarkan
serat Salokapatra yang berisi tentang mitos bangunan yang ada di
lingkungan keraton Yogjakarta, Salokapatra dinyatakan bahwa di dalam keraton
terdapat dua bangunan utama, yaitu bangunan yang disebut bangsal ‘rumah’
dan regol ‘pintu gerbang’. Bentuk bangunan di kompleks keraton
kebanyakan berbentuk joglo atau semacamnya. Bangsal itu sendiri merupakan
bangunan yang berbentuk joglo terbuka tanpa dinding, sedangkan joglo tertutup
disebut dengan Gedhong (gedung). Dalam I. W. Pantja Sunjata, kata bangsal
menurut Baoesastra Djawa mempunyai arti omah gedhe ing keraton ‘rumah besar di
keraton’ (Poerwadarminta, 1939:31). Dalam serat Salokapatra pupuh II,
41-43 menjelaskan bangsal dipakai untuk menyebut bangunan yang berbentuk rumah
di dalam keraton, hal ini untuk membedakan rumah milik raja yang terdapat di
keraton dan rumah yang ada di luar keraton. Pada studi ini penulis akan
menguraikan makna beserta fungsi bangunan bangsal di keraton Yogjakarta :
1. Bangsal
pangurakan
Berdasarkan terjemahan serat Salokapatra,[8]
bangsal pangurakan berbentuk joglo yang terletak di utara alun-alun mengapit
jalan. Bangsal ini diberi nama pangurakan karena digunakan untuk menyuruh pergi
orang-orang yang tidak menurut dan melanggar pada peraturan maupun perintah
raja. Setiap hari, Bangsal Pangurakan dijaga ketat oleh abdi dalem yang
bertugas untuk meng-geladhag orang-orang yang melanggar aturan kerajaan
sehingga tempat ini juga disebut geladhag. Oleh karena itu, pada bangsal ini
tidak satupun orang dapat memasukinya dan hanya momen-momen tertentu saja
bangsal Pangurakan ini dibuka. Bangsal Pangurakan ini juga digunakan sebagi
tempat penyimpanan perabotan kerajaan, seperti senjata, kereta kerajaan, panggung
kuthamara, dan sebagainya.
2. Bale
Pamangukan
Berdasarkan terjemahan serat Salokapatra,[9]
bale pamangukan digunakan sebagai tempat para abdi dalem yang akan sowan
dan tempat untuk menjemput para penjemput. Dalam lokasi ini terdapat hal yang
istimewa bagi tamu asing, yaitu dari bale pamangukan ke selatan semua
orang tidak boleh memakai payung dan berkendara kecuali tamu Belanda.
3. Bangsal
balemangu
Berdasarkan terjemahan serat Salokapatra pupuh II 33,[10]
bangsal balemangu letaknya mengapit regol masjid. Bangsal ini digunakan sebagai
tempat peradilan hukum agama tentang perkara warisan.
4. Bangsal
pekapalan
Berdasarkan serat Salokapatra pupuh 35-39,[11]
bangsal pekapalan merupakan tempat berkumpulnya para priyayi, bupati dengan
pangkat regen ke atas yang telah mendapat daerah kepala distrik. Jika terdapat
waktu-waktu tertentu misalnya seperti hajat dari raja, maka atas kehendak raja
bangsal ini diberi tarub dan semuanya dihias serta semua golongan
priyayi berkumpul. Tarub yang dipasang berwarna-warni untuk memeriahkan jumenengan
kanjeng raja ‘bertahtanya raja’ yang lamanya sampai tujuh hari pertunjukan
di pekapalan dan para abdi dalem bersenang-senang sampai akhir.
5. Bangsal
pamunggangan
Berdasarkan serat Salokapatra pupuh III 1-4,[12]
bangsal pamunggangan disebut sebagai gedhog balebang letaknya disebelah
tenggara halaman sitinggil. Bangsal ini digunakan untuk berbagai
gamelan, yaitu gamelan munggang, gamelan sekati, galeman kyai Guntursari, kyai
Nagawilaga dan ki Lokananta. Pada jaman dahulu setiap hari malam Minggu gamelan
Munggang ditabuh keras sebagai tanda kerajaan untuk melestarikan keraton Jawa.
6. Bangsal
Agung
Berdasarkan serat Salokapatra pupuh IV 13-15,[13]
bangsal ini disebut juga pagelaran bangsal agung yang pada jaman dahulu dipakai
untuk menggelar pengadilan kerajaan. Bangsal ini letaknya di alun-alun selatan
yang membujur ke selatan, bentuknya sama besar dan kembar, sepasang ditimur dan
barat yang mengapit trataag.
7. Bangsal
pacikeran
Berdasarkan serat Salokapatra pupuh VIII
16-20,[14]
bangsal ini letaknya mengapit jalan menuju sitinggil. Pada jaman dahulu bangsal
ini digunakan untuk menghukum orang yang bersalah. Di dalam bangsal ini
tinggallah abdi dalem Singanagara yang berkewajiban untuk merawat peralatan
perlengkapan kerajaan.
8. Bangsal
witana
Menurut serat Salokapatra pupuh XIV 27-29,[15]
bangsal witana bermakna dengan
menggambarkan raja dalam memulai segala hal dengan fikiran jernih, agar
dapat mencapai keselamatan raja dan rakyat. Bangsal witana letaknya di tengah
sitinggil, berbentuk joglo, terdapat banyak ukiran dengan warna prada kuning,
emas dan merah yang menggambarkan bertemunya Panembahan Senapati dengan Ratu
Kidul.[16]
Soemarsaid Moertono menjelaskan bahwa pemakaian warna dalam bangunan bangsal
witana merupakan pameran kekayaan dalam kesemarakan dan kebesaran istana.
9. Bangsal
mangunturtangil
Berdasarkan serat Salokapatra pupuh XIV 19-26,[17]
makna dari mangunturtangil ialah membangkitkan pikiran yang jernih agar
dapat memberi berkah keselamatan kepada rakyat yang sowan untuk
mendoakan keselamatan raja. Bangsal ini sebagai tempat raja sinewaka
pada saat gerebegan.
10. Bangsal
keben
Bangsal keben sebenarnya bernama bangsal maniti,
disebut keben karena terbawa oleh nama pohon keben yang ditanam dekat bangsal
ini.[18]
Berdasarkan serat Salokapatra pupuh XVI 33-37,[19]
pada jaman dahulu bangsal ini digunakan bermusyawarah para bupati khusus untuk
mengadili benar dan salah raja di dalam keraton. Pada hari yang bertepatan
dengan hari pasowanan rakyat dan para priyayi bersiap menuju ke dalam kerajaan
untuk melihat kebesaran kerajaan. Bangsal ini juga sebagai tempat untuk
mempersiapkan diri apabila akan masuk kerajaan dengan berpakaian sesuai dengan
aturan kerajaan.
11. Bangsal
Prabayeksa
Bangsal prabayeksa dibangun oleh pemerintahan Sri
Sultan Hamengkubuwana VI pada tahun 1876 sampai 1877. Agung Sudarman
menjelaskan bangsal ini letaknya diapit oleh bangsal Aalit Wetan dan bangsal
Alit Kilen serta difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga raja. Di dalam
bangsal Prabayeksa ini hampir semua pusaka disimpan, berjalan kapang-kapang
menuju bangsal Kencana.[20]
12. Bangsal
kencana
Bangsal kencana terletak dibagian tengah keraton dan
bangsal ini merupakan bangsal utama yang digunakan sebagai pusat pemerintahan
serta juga digunakan untuk upacara-upacara adat keraton.
13. Bangsal
Trajukencana
Bangsal trajukecana mempunyai bentuk bangunan yaitu trajumas.
Dalam serat Salokapatra dijelaskan traju mempunyai arti menimbang dan mas yang
berarti bersih suci. Sehingga maksud trajumas itu sendiri adalah apabila
raja duduk di bangsal ini maka hatinya akan bersih suci, sehingga segala
perkataannya selalu benar dan bangsal ini digunakan raja untuk mengangkat
patih.[21]
Pada uraian di atas, tidak keseluruhannya
disebutkan. Namun, hal tersebut dapat memberikan petunjuk bahwa disetiap bangun
bangsal-bangsal keraton Yogyakarta masing-masing mempunyai arti atau makna.
Dimana makna bangunan-bangunan bangsal tersebut sangat erat dengan fungsi, kebutuhan
dan kehidupan di keraton Yogyakarta.
Konsep
bangunan bangsal di keraton Yogyakarta
Perkembangan
Bangunan Joglo (Bangunan Jawa) tak terlepas dari bangunan purba yang disebut
punden berundak yang merupakan bangunan suci (Hedi, 2005: 28-35) diambil dalam Jurnal Nilai Kearifan Lokal
Tradisonal Jawa). Struktur dan bentuk bersusun memusat semakin ke atas semakin
kecil (Sunarningsih, 1999, 32:
diambil dalam Jurnal Nilai Kearifan Lokal Tradisonal Jawa). Susunan yang ada di
atas bangunan Joglo tertutup atap yang semakin ke atas semakin mengecil mirip
seperti gunungan, yang bagian puncaknya terhubung Mala yang membujur, biasanya
disebut sebagai penuwun. Pada bagian Joglo juga terdapat tiang atau peyangga
bagian atap dari Joglo yang soko guru. Tiang yang sama ada pada bangunan
bangsal keraton Yogyakarta. Pada bagian bawah saka guru ditopang oleh umpak
yang terbuat dari batu. Bentuk bangunan Joglo merupakan transformasi dari candi
Hindu, karena tak dipungkiri bahwa kepercayaan Hindu-Budha yang berkembang di
Indonesia tak hanya memberi pengaruh pada bidang religi melainkan pada
arsitektur bangunan, kebudayaan, maupun kesenian.
Rumah
adat Jawa (Joglo) ini dibangun berdasarkan kondisi lingkungan yang ada mengacu
pada norma dan nilai-nilai adat yang ada di Jawa. Tiap bangunan mengandung
fungsi yang berbeda dan unsur filosofi yang sarat akan nilai-nilai religi yang
begitu kental. Meskipun Keraton Yogyakarta dibangun di Masa Islam berkembang di
Indonesia, namun bangunan yang ada mencerminkan bahwa masih menerapkan sistim
bangunan Jawa. Dari pengertian serta ciri-ciri yang ada pada bangunan Joglo,
dapat diketahui bahwa pada bangsal-bangsal yang ada di keraton Yogyakarta
merupakan bentuk bangunan Joglo yang tidak memiliki dinding.
Tiap
ruangan yang ada pada tiap-tiap bangsal diatur berdasarkan Kosmologi Jawa yang
memiliki makna tersendiri serta berbeda fungsi antar bangunan satu dengan
bangunan yang lain. Selain itu pada bagian-bagian tertentu dalam keraton
bangsal digunakan sebagai pusat Keraton (tata letak yang konsentris). Hal
tersebut merupakan pengaruh dari kepercayaan spiritual bahwa pada bagian inti
merupakan pusat dari kesakralan. Dari ciri bangunan yang memiliki pusat pada
tengahnya juga merupakan pengaruh dari kebudayaan Islam struktur satu satu di
tengah diapit dua lainnya, atau pola struktur di depan dan belakangnya, atau di
kiri dan kanannya seperti tercermin dalam pola papat kiblat (Darsiti, 1989 : 40
: dalam Jurnal Nilai Kearifan Lokal Tradisonal Jawa).
Letak
bangsal Kencana yang berada pada posisi tengah-tengah keraton, yang
terletak pada halaman pertama merupakan
salah satu contoh bangunan yang memiliki makna sebagai pusat atau pancer, dijadikan sebagai rujukan bangunan yang ada
pada sekelilingnya. Dari hal inilah yang menunjukkan bahwa bangunan-bangunan
yang berada di keraton Yogyakarta, khususnya bangunan-bangunan bangsal yang ada
merupakan bangunan yang dibangunan dengan menerapkan konsep filosofi Jawa.
Semua bangsal di keraton merupakan bangunan yang tertata rapi, hal ini
bertujuan untuk menciptakan sebuah kehidupan yang seimbang dalam keraton
Yogyakarta.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat atau keraton Yogyakarta merupakan keraton yang
terbentuk akibat adanya perjanjian Giyanti tahun 1755 yang berawal dari
kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi keraton Surakarta dan Keraton
Yogyakarta. Keraton Yogyakarta ini sendiri dibangun pertama kali pada masa
pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I dan kemudian pembangunannya diteruskan
oleh keturunan Sultan. Keraton Yogyakarta merupakan keraton yang sangat luas,
karena luasnya kurang lebih dari 14000 meter persegi. Pada keraton ini, terbagi
menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian utara keraton, tengah keraton dan
belakang keraton. Dalam bagian-bagian keraton ini terdapat bangunan-bangunan
yang mengisi lingkungan keraton. Bangunan tersebut salah satunya berupa bangsal.
Bangsal itu sendiri merupakan bangunan di keraton yang berbentuk seperti rumah
adat Jawa ‘Joglo’ terbuka tanpa dinding. Karena keraton merupakan tempat yang
sarat akan hal-hal mitos, maka bangunan-bangunan bangsal tersebut mempunyai
makna tersendiri. Dimana makna bangunan bangsal yang satu dengan yang lainnya
tidak memiliki kesamaan. Makna yang terdapat dalam bangunan-bangunan bangsal
erat kaitannya dengan kehidupan di keraton, yaitu tata cara menghadap raja,
tata cara berpakaian, tata cara mengadili orang, upacara, menerima tamu, dan seterusnya.
Selain terdapat makna pada bangunan bangsal ini, konsep pembanguan keraton itu
sendiri juga terdapat makna. Pada tiap-tiap bangsal diatur berdasarkan
Kosmologi Jawa yang memiliki makna tersendiri serta berbeda fungsi antar
bangunan satu dengan bangunan yang lain. Selain itu pada bagian-bagian tertentu
dalam keraton, bangsal Kencana digunakan sebagai pusat Keraton (tata letak yang
konsentris). Hal tersebut merupakan pengaruh dari kepercayaan spiritual bahwa
pada bagian inti merupakan pusat dari kesakralan.
Saran
Berdasarkan
hasil simpulan di atas, ada beberapa saran yang di rekomendasikan oleh penulis,
diantaranya adalah :
1.
Keraton merupakan tempat yang di
dalamnya penuh dengan makna mitos sehingga apa yang terdapat pada makna-makna
yang berada di lingkup keraton hendaknya di sikapi dengan bijak.
2.
Keraton merupakan tempat lahir dan
berkembangnya kebudayaan maka dari itu segala hal yang berkaitan dengan
kehidupan di keraton hendaknya dijaga dan dilestarikan budaya tersebut karena
budaya merupakan salah satu jati diri negara.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. ______.
Penelitian Deskripsi Kualitatif,
(http://www.anneahira.com/penelitian-deskriptif-kualitatif.htm, diakses 10 Juni
2014)
Djonet, Marwati.
2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid 4. Jakarta : Balai Pustaka
K.P.H.
Brongtodiningrat.____. Arti Keraton Yogyakarta (diterjemahkan secara bebas oleh
R. Murdani Hadiatmaja). Yogyakarta: Museum Keraton Yogyakarta.
Pribadi Firman
2014. Keraton Yogyakarta Sebagai Akar Budaya Bangsa Indonesia, Jurnal
Pendidikan (Online ). (https://anegara2013.files.wordpress.com,
diakses 24 Mei 2014)
Sunjata, Pantja,
dkk. 1995. Makna simbolik tumbuh-tumbuhan dan bangunan keraton: suatu kajian terhadap
serat Salokapatra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Utama, Tri Prasetya. Subiyantoro, Slamet. 3 Oktober 2012. Nilai
Kearifan Lokal Rumah Tradisional Jawa. Jurnal Pendidikan, ( Online) vol
24, (http:// jurnal.ugm.ac.id, diakses
26 Mei 2014)
______. bab 3
obyek penelitian Sejarah Keraton Yogyakarta. Jurnal Sejarah (Online). (http://elib.unikom.ac.id,
diakses 24 Mei 2014)
______. Bab 2 Keraton Yogyakarta dan Candrasengkala. Jurnal Sejarah
(Online). (http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123482-RB02M109c-Candrasengkala%20sebagai-Literatur.pdf, diakses tanggal 25 Mei 2014)
_____. Bangsal kencana keraton Yogyakarta layak dipugar. 21 Juli 2011.
(http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/07/bangsal-kencana-keraton-yogyakarta-layak-dipugar, diakses tanggal 25 Mei 2014)
______. Keraton
Yogyakarta. Arsitektur Khas Nusantara
yang Sarat dengan Nilai Budaya!. 22
Januari 2013. (http://butikrumah.com/keraton-yogyakarta-arsitektur-khas-nusantara-yang-sarat-dengan-nilai-budaya/, diakses tanggal 25 Mei 2014)
______, Kraton
Yogyakarta, (http://gudeg.net/id/ diakses 25
Mei 2014)
[1] Pribadi Firman 2014. Keraton
Yogyakarta Sebagai Akar Budaya Bangsa Indonesia.... Jurnal Pendidikan ( online
). https://anegara2013.files.wordpress.com (diakses 24 Mei 2014). Hal. 1
[2] ______bab 3 obyek penelitian
Sejarah Keraton Yogyakarta....Jurnal Sejarah ( Online) http://elib.unikom.ac.id,
(diakses 24 Mei 2014). Hal . 94
[3] Ibid.
[4]
Joglo merupakan rumah adat tradisional Jawa.
[5] Serat Salokapatra berisi
tentang mitos tumbuhan dan bangunan yang ada di lingkungan keraton Yogjakarta,
dalam Pantja Sunjata, dkk. 1995. Makna simbolik tumbuh-tumbuhan dan bangunan
keraton: suatu kajian terhadap serat Salokapatra. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
[6]
K.P.H. Brongtodiningrat.____. Arti Keraton Yogyakarta (diterjemahkan secara
bebas oleh R. Murdani Hadiatmaja). Yogyakarta: Museum Keraton Yogyakarta. Hal 7
[7]
______Kraton Yogyakarta, (http://gudeg.net/id/,
diakses
25 Mei 2014)
[8] Serat Salokapatra Pupuh
I, 9-11. Sun mangsuli carita ing ngarsi, ngalun-alun rerenggane praja, bangsal
kekalih papane, ngapit iringing lurung, pangurakan sinungan asmi, kang bangsal
kalih kembar, wangun joglo mungguh, ngapit marga jeng-ajengan, wetan kilen
kasandingan wit waringin, lerese pojok saka// Mila saking karsa dalem aji, pan
ing riku kaparingan bangsal, pangurakan bebangsale, saking karsa sang prabu,
paring priksa sagunging jalmi, sing apa tan manuta, mring pranatan ratu, nerak
angger-angger praja, dipun urak kapatrapan ukum adil, kang bangkang
ginaladhang// Mila inggih ugi den wastani, akatelah papan geladhangan, sampun
seling seserape, makaten terangipun, ran geladhag pengkate priyayi, didalem
kang rumeksa, kang caos ing riku, tembung caos iku jaga, abdi dalem mantri jaga
kang majibi, kang jaga gegiliran//
[9] Serat Salokapatra pupuh
I, 7-8. Galedhengan lun-alun kinikis, tinengeran candhen pager bata, neng
pinggir moncol rakite, sak lere tenger watu, teksih wonten tetenger malih,
dhapur tenger tan padha, eler lawan kidul, kasigeg dadya godhagan, gegodhagan
duk riyin dipun wastani, ing bale pamangukan// Pan ing riku papane pra abdi,
pandhereke didalem kang sowan, kang methuk manguk neng kono, samya ngegarken
payung, planggerane panewu mantri, wit kening sinongsongan, ngaler saking riku,
mangidul dadya larangan, sadayeku tyang nemumpak boten kenging, kejawi para
tuwan//
[10] Serat Salokapatra pupuh
II, 33. Wonten malih bangsalipun, kang diapit regol masjid, ing riku arane
bangsal, balemangu papan ngadil, pengadilan ukum agama, wong kang kudon ngamal
waris.
[11] Serat Salokapatra pupuh
II 35-39. Pekapalan bangsalipun, kangge pakempaling pyayi, bupati tanahing
praja, pangkat regen sak penginggil, kang wus angsal prabot bawat, darbe reh
kepala dhistrik// Lamun wonten kakrsa sang aji, bangsal-bangsal tinaruban,
kinarya makjang sami, tugur samya pakempalan, tugur sak golongan pyayi// Duk
kalanira runuhun, kula sampun nyumerepi sagung bangsal tinuguran, tarybe
awarna-warni, duk jumeneng kanjeng raja, gustiku sang raja dewi// Ing Nederlan praja
agung, angasta pangwasa adil, sagunging wong tanah Jawa, misu[ng]sung samya
memuji, sugenging sang sri bagendha, tulus slamet ngasta adil// Dadya karsa
dalem prabu, paring dhawuh mring pra abdi, kinen samya bungah-bungah, lami
ngantos pitung ari, nenanggap neng pekapalan, abdi dalem suka ngenting//
[12] Serat Salokapatra pupuh
III, 1-4. Wangun sinom ingkang bangsal, pager bata pacak siji, papan pojok
kidul wetan, kang bangsal iku piranti, anabuh gangsa kyai, munggang pendhak
Sabtu, sore wanci jam gangsal, wiwite kang gangsa muni, wus pinacak dadya
rerengganing praja// Sun lajengken kang carita, bab Munggang kula nyelani, ing
mangke selak kalepyan, kecalan larahe nguni, kula sampun meninggi, tamat duk
kala rumuhun, gangsa Munggang punika, gendhinge tan ngolah-ngalih, sak lamine
gendhinge amung satunggal// Saben dina malem Ngahad, Munggang tinabuh ssru
muni, kinarya tetenger praja, duk jamane nguni-uni, leluri krkaton Jawi, pusaka
ing Majalangu, teksin agami Buda, dinten Ngahad kang kapiji, pakendelan samya angeningken
rasa// Dene papane kang gangsa, sumimpen ing sitinggil, kang asma gedhong
balebang, sak wetan bangsal sitinggil, ugi kyai Sekati, dadya tunggil
papanipun, miwah ki Lokananta, ugi kyai guntursari, tunggil papan lan kyai
Nagawilaga//
[13] Serat Salokapatra pupuh
IV, 13-15. Santun kocap sak punika bangsal agung, bangsal kekalih angapit,
angapit kang tratag wau, warni kembar ageng inggil, serakit wetan lan kulon//
bangsal ngalih mujur ngidul anjenggunuk, dhedhapur wangunan sami, lawakan
alambang gantung, klabang nyander amastani, birawa kabeh pitados// Bangsal
kalih saking karsa dalem prabu, sedaya kaparing nami, pagelaran bangsal
agung, kageme duk kala riyin, anggelar adiling kraton//
[14] Serat Salokapatra pupuh
VIII, 16-20. Enengena kang kocap ing cagak tratag, ganti ingkang winarni,
kawuwusa bangsal, kang asma pacikeran, riku bangsalnya kekalih, angapit
marga, margi minggah sitinggil// Bangsal kalih laras kadya kinurungan, kinurung
pacak suji, bata ngapurancang, ting complong pager bata, wetan kilen ugi sami,
kekalih samya, geng alit dukur sami// Bangsal wau dadyanpraboting negara.
Jamane nguni-uni, papane kinarya, angrampung wong kang dosa, aran pacikeran
nenggih, kinarya nglunas, wong dosa rajapati// kang wajib prabot pranti, kyai
Gobang sama, ugi ki Pangaraban, dadya rimatan sapriki, ing jro kedatyan, mung
kantun den pepetri// abdi dalem Mertalulut kang sisihan, sisihan Singanagri,
ugi nunggil papan, jagi lumakyeng duta, anglawung wong kang asisip, angrusak
tata, Mertalulutkang jireti//
[15] Serat Salokapatra pupuh XIV,
27-29. Ing witana bangsal ingkang wingking, amaketen ingkang dadya
lambang, lambang sabda surasane, wi wingit tegesipun, wit kang luwih sinawang
inggil, inggil asale lembat, alus saking luhur, ta tembung isi raga, na
pepadhang-padhanging sumilak ati, jumeneng aneng bangsal// wiwitan saking
padhang ati, sadayeku sagung kang tumingal, ing wiyat anggayuh gawe, gawea kang
mrih hayu, mmring badanta kang mumpangati, kang padhang jroning tekad, ywa
nganti keliru, anggayuh marang nugraha, rehning jalma neng donya wenag ngupadi,
barang kang bisa berkat// Ing witana bangsal ageng inggil, kang jinejer
aneng tengah-tengah, kajejer yekti wujude. Wujud kang daebe kayun, samubarang
wiwit ngriyini, ta lahairing kang karsa dadi tandang tanduk, na sampun cunduk
dadya, tunggil karsa kekalih dadya setunggil ran gusti lan kawula//
[16] Lihat serat Salokapatra
pupuh XIV, 11-16
[17] Serat Salokapatra pupuh
XIV, 19-26. Bangsal ageng kagandhengan malih, bangsal alit dadyanpalenggahan,
sewakan dalem sang rajeng, bangsal kalih kadulu, kadya janma amangku siwi, kang
lagya karya rena, mmring sudarmanipun, kang bangsal lit munggeng ngarsa,
kaparingan asmane mangunturtangkil, plenggahan dhampar emas// Asma
bangsal ing mangunturtangkil, riku bangsal ingkang mawilangan, gilang sela
duk kinane, kang gilang warni santun, sampun komplit awarni jubin, tunggil
dhedhasar pethak, nging teksih kawangun, katurun linaras gilang, wus tan siwah
kawangun kadya rumiyin, mung santun awarni dhasar// Anglangkuni tinimbang
rumiyin, edi peni rinengga pepatran, sangsaya alus ukire, sunggingan pulas
mungguh, abyor murub kasorot rawi, kang sungging renyep mumpyar, lir putri
kinurung, kang lagya sinerung priya, angkuh wiwit kang dadya wewatak putri,
kang mulat asin wedya// Bangsal alit kaparing nami, pasewakan miyos garebegan,
mangunturtangkil asmane, plenggahan dalem prabu, munggeng dhampar
kencana adi, tumumpang sela gilang, gumilang sang prabu, pinereg gungung
sentana, abdi dalem penewu bupati mantri, angrep kang para sowan// Mila bangsal
mangunturtangkil, winulyakken adining rereggan, nglangkungi kina baguse,
angagem modhelipun, para W[a]landi jaman semangkin, warni edi resik kakah,
sagung yasanipun, kang sinuwun kaping astha, gung wiyasan kacondhong modhel
W[a]landi, resik kekah di warna// suraose kang mangunturtangkil,
amakaten dununge kang rasa, manguntur gugah tegese, magun pacak pinatut, tur
lumeber tumurun mili, mili ngileni k[a]wula, mili kang rahayu, tinagkil ngaten
jatinya, kang mra sowan mituhu ngarsa dalem ji, saos sugeng praja// Barang luber-lubering
pamikir, kang tinadhah raganing manungsa, pikir tinangkel budine, dadya
jumeneng hidup, ngadhep urip tatane wajib, wajibe kang ihtiyar, mangerti
gah-ungguh, kang lungguh budi utama, bisa ngadhep lelanjaran saking gusti,
gusti anuntun pernah// Kang jumeneng sewaka tinangkil, munggeng gilang kekalih
yektinya, lir soca lan embanane, yeku kanjeng sang prabu, lan jeng tuwan gubnur
nagari, lan jeng tuwan gubnur nagari, kang ngasta pengadilan, Ngayogya pra
gung, kekalih sewaka gilang, sewakane kekalih papane tunggil, ing dinten garebegan
//
[18] Lihat serat Selokapatra
pupuh XVI, 40-42.
[19] Serat Salokapatra pupuh XVI, 33-37.
Bangsal keben kageme jaman rumuhun, mupakati pra bupati, misuda bener
t[u]win luput, mirunggan ingkang pangadil, sang ratu ngrasuk keprabon// Lamun
nuju dinten pasowan agung, kawula lan para pyayi, pangrantunan para luhur,
sumekta keprabon niti, nasititekken gung keprabon// Nanging teksih kenging
ngangge klambi sagung, dereng mawi lukar klambi, sedaya kang ngambah riku, mung
nganggea tata krami, sampun ngantos clola-clolo// Nadyan boten kang dadya
alanganipun, sampun dumeh den larangi, lelarangane mung wangsul, lamun kangge
tiyang jawi, tinulak saking panganggo// papan riku kanggya tata-tata sagung,
sedaya kang sedya meksi, kikis tata wonten riku, miturut tataning aji, carane
yen mleblu kraton//
[20] Wawancara dengan pangeran
Suryabrotong, dalam R.M. Soedarsono, Wayang Wong, (Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press, 1997) hal. 148
[21] Lihat serat Salokapatra
pupuh VI, 2-5.
Bagaimana cara mengakses manuskrip serat Salokapatra? Syarat administrasinya apa saja?
BalasHapusterimakasih...
The 7 Best Casinos in Connecticut in 2021 - JTM Hub
BalasHapusThe 7 Best 안동 출장안마 Casinos in Connecticut 안산 출장샵 in 울산광역 출장안마 2021. 이천 출장샵 The 7 Best Casinos 경상남도 출장안마 in Connecticut in 2021. If you live in Connecticut,